"Hari ini sungguh sial. Jalanan macet, angkot biadab berhenti sembarangan, bos di kantor kurang ajar, mengapa semua orang menjadi bodoh hari ini? Benar-benar menjengkelkan!"
Bayangkan jika setiap pagi kita mengucapkan kata-kata seperti itu dari lisan kita, seratus persen pasti akan mempengaruhi suasana hati. Betul kan? Setelah hati terpengaruh, akan menimbulkan efek juga kepada tindakan. Setuju?
Bacalah pelan-pelan kalimat di atas sekali lagi. Rasakan sendiri betapa tidak nyamannya kita mengucapkan kata-kata yang tidak positif tersebut, seperti sial, macet, biadab, kurang ajar, bodoh, dan menjengkelkan.
Karena itu berjuanglah sepenuh tenaga untuk disiplin dalam berbicara. Inilah salah satu medan jihad kita, yaitu jihad lisan. Rasulullah sendiri memerintahkan untuk meninggalkan kata-kata yang memiliki nilai rasa yang tidak positif. Seperti cerita seorang sahabat Nabi yang bernama Hazan berikut ini,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اسْمُكَ ؟ قُلْتُ : حَزَنٌ ، قَالَ : بَلْ أَنْتَ سَهْلٌ
"Nabi bertanya siapakah namaku, maka aku menjawab bahwa namaku Hazan (kesedihan), lalu Nabi menasihati agar aku mengganti nama dengan Sahal (kemudahan)."
(Hadist Riwayat Bukhari)
Rasulullah mengetahui bahwa sebuah kata memiliki kekuatan mempengaruhi yang besar. Karena itu nama seseorang pun dianjurkan diganti oleh Rasulullah jika nilai rasa dari kata tersebut tidak positif.
Dalam kehidupan kita sehari-hari juga demikian. Berpikirlah sebelum berbicara, terutama jika kata yang belum positif masih menjadi dialek yang biasa kita ucapkan. Misalnya,
"Saya sedang dapat masalah!"
"Saya sedang dapat musibah!"
"Saya sedang dapat bencana!"
Bukankah kita merasakan sendiri bahwa masalah, musibah, bencana memiliki korelasi arti yang tidak positif. Bagaimana jika cukup dengan mengatakan,
"Saya sedang mengalami sebuah peristiwa!"
"Saya sedang mengalami suatu kejadian!"
Peristiwa dan kejadian bersifat netral. Bisa apa saja. Sampai di sini kita sudah berhasil mengganti dengan padanan kata yang lebih bijaksana. Tetapi apa yang terjadi jika ada pilihan yang lebih positif lagi,
"Saya sedang menghadapi sebuah seleksi!"
Ya, sekarang lebih dahsyat lagi didengar, masalah diganti dengan seleksi! Ada benarnya juga. Karena sejatinya masalah memang sebuah seleksi, mana orang-orang yang berhasil melewatinya dan mana orang-orang yang justru kalah dengan ujian kehidupannya tersebut.
Jika kita mengganti kata masalah dengan seleksi, seperti justru menyuntikkan semangat tersendiri dalam diri kita untuk memenangkannya!
Karena itu biasakanlah memilih kata sepositif mungkin, sebagaimana Rasulullah mengajarkan demikian kepada kita.
.
No comments