Bukan Kekuasaan Dunia yang Kita Cari, Bukan Pula Demi Dunia Kita Bekerja -Abu Ubaidah bin Al-Jarroh
Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu ingin meninjau langsung pasukan kaum Muslimin yang sedang berada di Syam (wilayah Syiria dan sekitarnya). Beliau pun menunggangi untanya dan melakukan perjalanan hingga tiba di perbatasan Syam.
Sesampainya di sana, beliau beristirahat di sebuah tenda milik panglima perang saat itu, yaitu Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Abu Ubaidah menyambut beliau dengan penuh hormat dan kehangatan. Saat itu bertepatan dengan waktu makan siang.
Lalu seseorang bertanya kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau ingin disuguhi makanan seperti yang dimakan pasukan, atau makanan seperti yang dimakan panglima pasukan?”
Umar menjawab, “Bawakan keduanya.”
Maka dihidangkanlah terlebih dahulu makanan pasukan. Ternyata isinya adalah daging yang dimasak berkuah (mirip semur) dan roti yang dicelupkan dalam kuah itu (tsarid).
Melihat itu, Umar bertanya, “Ini makanan pasukan?”
Mereka menjawab, “Benar, wahai Amirul Mukminin.”
Lalu Umar berkata, “Sekarang bawakan makanan panglima pasukan.”
Mereka pun membawakan makanan Abu Ubaidah: hanya remah-remah roti kering dan sedikit susu.
Melihat itu, Umar bin Khattab pun menangis. Beliau berkata,
“Benarlah (Rasullullah) yang menjulukimu sebagai ‘Aminu hadzihil ummah’—Orang yang paling dapat dipercaya di umat ini.”
Abu Ubaidah bin al-Jarrah pernah menjadi prajurit di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid ketika mereka sedang berjihad dan menaklukkan negeri-negeri. Suatu hari, Umar bin Khattab mengirim surat dari Madinah yang berisi keputusan untuk memberhentikan Khalid bin Walid dari jabatan panglima, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai penggantinya.
Namun, ketika menerima perintah itu, Abu Ubaidah berkata kepada Khalid:
“Demi Allah, aku sebenarnya tidak suka memutus perjuanganmu ini. Bukan kekuasaan dunia yang kita cari, bukan pula demi dunia kita bekerja. Kita semua adalah saudara karena Allah.”
---
📔 Siyar A’lam an-Nubala’ dan Al-Bidayah wan-Nihayah karya Ibn Katsir, jilid ketujuh.



No comments