PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

MENJADI ORANG YANG ‘PD’ KARENA PUNYA DUIT, ITU GAMPANG.

Share:

 


~ Tapi menjadi PD meskipun tanpa priviledge, gimana caranya?


#ISHTAR_FREYJA:

……….

But, bedanya orang (kaya) yang tampil dekil tapi pegang uang, dibandingkan dengan orang (nggak kaya) yang tampil dekil dan benar-benar nggak pegang uang, terletak pada rasa percaya dirinya… Pada self conviction-nya itu. 


Kalo pegang uang, maka penampilan yang dekil itu, adalah pilihan dia. Kenyataannya, meskipun dekil, dia bebas kalo mau beli apapun. Sedangkan orang yang nggak pegang uang, dia tampil dekil karena nggak punya pilihan lain. 


Perbedaannya itu ada pada: backup dan perasaan berdaya yang dia punya karena ada backup (modal/ hartanya)nya.


#Nana_Padmo: 

Naaah…! Bener banget..!!!

Memang di situ poinnya!!! SUDAH KAMU SEBUT.


Percaya diri karena merasa berdaya, itu adalah KOENTJI.


Kenyataannya, menjadi PD karena punya duit itu, gampang. Hampir semua orang bisa jadi PD kalau banyak duit.


Tapi menjadi seseorang yang PD tanpa kekuatan priviledge… adalah hal yang musti diajarkan ke anak-anak, sejak kecil. Agar merasuk ke bawah sadarnya dan menjadi bagian dari karakternya…


Ini ada kisah nyata lagi:


Aku punya kawan, sebutlah namanya Derry, yang bapaknya pernah bekerja jadi supir angkot, lalu beberapa tahun kemudian naik level menjadi supir taksi. Dan sampai beliau meninggal (sekitar tahun 2016-2017) bapaknya masih nyupir taksi sebagai pekerjaan utama.


Aku kenal si Derry ini, saat aku kuliah S2 Psikologi di UI. Sedangkan dia mahasiswa S1 FMIPA peminatan Biologi Laut di UI. 


Saat dia kuliah, bapaknya sudah jadi sopir taksi, nggak nyetir angkot lagi. 


Derry ini Chinese, Buddhist, dan MISKIN. 

Bayangin: triple minority.

Tapi dia nyaman banget dengan dirinya sendiri (comfortable in his own skin), alias percaya diri yang rileks gitu. Bawaannya ringan, gembira dan banyak senyum. 


Aku pernah menulis tentang dia, lengkap dengan fotonya, di akun lamaku. Mungkin ada beberapa kawan yang masih ingat kisahnya ini:


Waktu bapaknya masih jadi sopir angkot, maminya jualan kue cubit di pinggir jalan. Dan Derry yang waktu itu masih SD, bertugas menjual kue cubit yang dibungkus plastik, keliling di terminal, nyari pembeli. Mami melayani pembeli yang mampir ke depan gerobak. 


Karena miskin, maka Derry lebih banyak gaul dengan anak-anak Betawi miskin, Jawa miskin, Padang miskin dan lainnya, ketimbang gaul dengan Cindo tajir di PIK. 


Sambil bercanda, kawan-kawannya sering ngatain:

“Der, kasta lo itu di bawah kita, tau nggak? Elo udah Cina, bukan muslim, miskin lagi. Payah lu. Cina kok miskin!”


Ketika Derry menceritakan aku kisah ini, aku sempat kaget! 


“Hah!!! Gilak..! Menghina banget itu Der!”


Tapi dia malah ngakak dan bilang,

“Alaaaah, nggak mbaaak… Itu temen-temen gue banget kok. Sohib banget. Belain gue kalau ada preman mau malakin gue…”


“Lu gimana? Nggak sakit hati kan digituin?” Tanyaku lagi.


“Yaelah mbak. Gue malah dikatain sekasta sama Babi kok. Karena gue makan babi! Hahaha… Beneran gak papa. Kami memang saling hina dan saling ledek. Biasa aja…”


Setelah itu, aku tanyai dia, gimana kok dia bisa tumbuh kayak sekarang? PD. Dan sebagai minoritas di kampus (di UI jarang banget ada Cindo) dia malah kulihat sering memimpin rapat kawan- kawannya sebelum ‘melaut’ untuk penelitian biota laut.


Ternyata, maminya yang menanamkan mindset itu:

~ Kita memang miskin. 

~ Tapi kita bukan maling atau copet. 

~ Kita memang Cina.

~ Tapi kita bukan penjahat. 

~ Kita orang baik dan jujur.

~ Kita pekerja keras, dan kita bisa mengubah nasib.


Aku pernah ikutan melaut dengan mereka (anak-anak Biologi Laut ini) ke Kepulauan Seribu, sambil membawa anak balitaku mengenal laut. 


Di pulau nelayan, kulihat Derry disapa oleh para penduduk. Bersahut-sahutan, mereka memanggil nama Derry. Mereka terlihat gembira melakukan fist bump, pelukan, atau high five. 


Akrab sekali. NGGAK ADA TANDA-TANDA ‘merasa berbeda sebagai Cindo’ di diri Derry. Padahal dia dikelilingi nelayan Bugis dan suku pribumi lainnya. 


Maminya benar-benar bisa menanamkan penerimaan diri dan membangun self concept yang kokoh di diri Derry (kata kawan-kawannya sih, Koko dan adik perempuannya juga kayak Derry. Being comfortable in their own skin).


Aku sampai pernah menjadikan Derry sebagai dosen tamu… untuk sharing ke mahasiswaku: gimana dia membangun SELF CONCEPT-nya.


Semua berawal dari self-worth yang ditanamkan sejak kecil oleh maminya. Sehingga meskipun Derry adalah orang dengan triple minority (etnis, agama, ekonomi) dia tidak menginternalisasi inferioritas.


Maminya Derry menanamkan hal yang dalam ilmu psikologi disebut: learned empowerment (rasa berdaya yang dipelajari/ditanamkan)


Derry kecil belajar: aku memang miskin, tapi aku punya nilai, punya pilihan, dan bisa mengubah nasib. 


Dan itu kemudian terbukti… setelah kami sama-sama lulus, beberapa tahun kemudian aku ketemu Derry sudah menikah, punya anak, punya mobil, dan ortunya sudah punya rumah tingkat dua (lantai atas untuk tinggal, lantai bawah untuk dapur karena ibunya buka usaha catering).


#ISHTAR_FREYJA:

Back up/ modal/ harta yang aku maksud di sini tuh bukan melulu perkara uang atau materi belaka sih. Karena alangkah piciknya kalau segala sesuatu hanya diukur dari materi.


Tapi ada nilai-nilai intrinsik yang dia bawa di dalam diri sehari-hari. Self-worth, dignity, integrity, accountability, responsibility, bagaimana seseorang menilai dan menghargai dan respek dirinya sendiri, itulah hal yang lebih penting dari harta. 


Nilai-nilai intrinsik itu yang mampu menyelamatkan nyawa dan hidup seseorang dan mampu membawa seseorang ke manapun yang dia inginkan. 


Materi ya hanya bonus atau sukacita tambahan.


Dan betul, nilai-nilai intrinsik, life value, prinsip, Conscientiousness, life purpose, itu memang harus diajarkan dan diperkenalkan sejak kecil biar sampe dewasa dia kenal dan tau siapa dirinya dan nggak mudah goyah/ terombang ambing/ gamang ketika hidup kasih dia "ombak" dikit. Hehehe.


#Nana_Padmo:

Tentu, aku tahu maksudmu bahwa back up agar bisa percaya diri itu, bukan melulu uang.


Justru karena itulah, maka aku ingin menjadikan diskusi ini sebagai postingan… biar banyak yang baca dan dapat manfaatnya.


Pada akhirnya, aku ingin sekali, masyarakat kita nggak lagi melihat dirinya dari UKURAN UANG YANG DIMILIKINYA! 


Karena HARGA DIRI (nilai diri, martabat) nggak melulu terkait dengan uang, Ishtar. Aku sepakat denganmu. 


Aku berharap, setiap orang memiliki nilai-nilai intrinsik yang diajarkan oleh maminya Derry, san juga sudah kamu jelaskan di atas.


Aku berharap, para ortu yang masih ada di ‘awal perjuangan’ alias masih hidup ‘susah’ dapat manfaat dari diskusi kita di sini.


Kalau semua ortu bisa memiliki wisdom seperti maminya Derry, dan memiliki sikap teguh serta pekerja keras seperti ayahnya Derry… nggak akan ada lagi deh, anak yang ngamuk lantas nggak mau sekolah kalau HPnya nggak Iphone, padahal penghasilan emak-bapaknya masih megap-megap. 


Semua memang bermula dari mindset.

Siapa bilang, orang miskin nggak bisa punya cara berpikir yang kuat dan sehat?


Nggak ada kan?


Na Padmo OFC

04:40, Sabtu Pon

20 Katelu 2936 Jawa

13 September 2025 Masehi


Ini adalah postingan sebelumnya. Diskusi di atas, bermula dari sini: 

https://www.facebook.com/share/p/1JrRxYXdtg/?mibextid=wwXIfr

No comments

Featured Post

MENJADI ORANG YANG ‘PD’ KARENA PUNYA DUIT, ITU GAMPANG.

  ~ Tapi menjadi PD meskipun tanpa priviledge, gimana caranya? #ISHTAR_FREYJA: ………. But, bedanya orang (kaya) yang tampil dekil tapi pegang ...