PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

Paradigma keliru dan Kesakitan Berjamaah

Share:


Oleh: Shelviana Handayani

Menjelang tengah malam...
Mencoba tetap fokus menyetir dengan kecepatan penuh ,  kubawa ibu yang sudah berpeluh dan resah. Ku boyong juga nenek renta dan seorang mahasiswi kebidanan. Tertunduk penuh gelisah bapak disamping ku.  Diiringi pekatnya malam kuteriak pada mahasiswi yang pasti  juga cemas, "dek... Masukan MGSO4nya sekarang...pelan2 saja... ". Jantungku berdegup kencang, ayolah.. Cepat sampai.. Cepat sampai...,ya... Yang kubawa adalah pasien yang akan melahirkan dengan diagnosa pre eklamsi berat

Kuarahkan mobil tertuju pada sebuah rumah sakit. Sesampai nya di instalasi gawat darurat, kusampaikan maksudku dan berakhir dengan jawaban "penuh bu...! ", tak lagi kumasukan ke hati bagaimana salah seorang dari mereka memaki dan tak beretika, paham sekali... Dengan pemandangan sekeliling pasien mengantri IGD  luar biasa, kerja kalian mungkin overload. Kurangnya tenaga kesehatan saat pasien membludak.

Kusandarkan diri di ruang tunggu, sembari telfon sana sini, juga penggunaan cara ampuh mencari rumah sakit, call center si jari emas. Setelah data kukirim, menunggu informasi rumah sakit yang mau menerima adalah cara terbaik daripada mengambil resiko penolakan sana sini. Namun, apa daya..menunggu pun dilarang, pihak rumah sakit A menolak bertanggungjawab ketika pasien harus menunggu.

Negosiasi pun buntu, kubawa pergi kembali si ibu, kali ini menuju rumah sakit B.  Lagi-lagi, penolakan terjadi.  Dengan kartu jaminan kesehatan kelas 3 tak tersedia, full.  Kusarankan naik kelas,  tetap tak bisa karena sekarang peraturan nya tak bisa naik kelas. Dengan lesu mba-mba pendaftaran itu berkata yang tersedia hanyalah kelas 1 dengan pembayaran umum sebesar 13 juta.  Ya Allah... Si bapak yang hanya buruh bangunan darimana harus mendapatkan uang sebanyak itu.

Tak hilang akal,  kutemui dokter di IGD mencoba memelas dan memohon agar pasien ditangani saja dahulu, lagi-lagi dokter berkata tak bisa prosedurnya seperti itu tak ada kamar.  Akhirnya kembali ke ruang pendaftaran, dengan hati hancur kulanjutkan pemberian MgSO4 di ruang pendaftaran, etis atau tidak yang ada dalam fikiran saat itu hanya ibu ini harus selamat. 

Tak lama... Tiba-tiba ibu berteriak lantang "saya... Mau mengedan bu bidan...!!! ". Kekhawatiran saya pun mulai terbukti.  Segera konsul salah seorang dokter di dinas kesehatan. "itu harus pemeriksaan dalam dahulu bu bidan..! ", " ya tapi dimana dok,ruang IGD menolak,  saya hanya bawa mobil pribadi", diseberang telfon menjawab "bawa keparkiran bu bidan,  lakukan pemeriksaan dalam didalam mobil ! ".

Apa????

Ini adalah hal tergila yang pernah dilakukan, rasanya tak pantas ketika sudah berada dirumah sakit tapi memeriksakan pembukaan persalinan didalam kendaraan. Tak pikir panjang,  menahan airmata yang hampir jatuh kutemui kembali dokter IGD," kali ini saya mohon dengan sangat dokter.... Lakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu, jika pembukaan masih kecil saya akan bawa kembali pasien menuju puskesmas PONED terdekat.... ".

Dilakukan nya pemeriksaan dalam, luluhnya hati dokter... Mungkin melihat mata saya yang sudah mulai berkaca-kaca. "pembukannya 6 bu bidan,  saya fikir PEB dengan gravida ke 7 dikhawatikan lahir dijalan, saya coba telfon ruang VK".

"bu bidan.... Ini mau keluar...! " teriakan itu memecah heningnya malam..

"VK penuh bi bidan,  tapi tetap kita bawa saja"

"ayo.. Cepat.... !"

Didorongnya brankar dengan kuat, menuju ruang bersalin.  Berjejal dengan pasien-pasien lain, tak ada bed lagi. Si ibu terpaksa dipimpin meneran di brankar.  "bu bidan maaf karena kita kekurangan orang,  mohon maaf pakai sarung tangan bu bidan bantu saya! ".

Tanpa jeda nafas, bahu membahu membantu persalinan si ibu.  Dengan sekali mengedan,  bayi itu pun lahir. "oksi..! ","Tensi...! ","infus...! ",teriakan itu sahut menyahut. Allah....do'a mana yang tak kau kabulkan, kau selamatkan dia beserta bayinya....

Setelah menangis kuat, kini bayi merah itu pun tertidur kembali, sesekali menggoyangkan kepala.  Kutengok si ibu, sisa lelah perjuangan masih terasa, keringat yang belum kering masih nampak.  Kukatakan dengan sedikit parau "selamat ya ibu... ", "makasih bu bidan...! "jawabnya lemas.

Perjuangan belum usai...

Ku temui bagian pendaftaran kembali, kudapati sesosok tua yang kini lunglai.

"ibunya bisa dicover BPJS bu bidan, tapi bayinya tidak, karena harus diruangan bayi, ibunya karena tidak ada kamar jadi tetap diruang VK kita inapkan sehari. Tapi bayinya harus bayar 5 juta dengan DP 1,7"

Kutanya sesosok yang makin ringkih itu
"bapa punya uang? "

Gelengan kepala cukup menjawab semua beban yang dipikul.

"dengan cara apa mba? Supaya bayinya ga kena cash? "

Perih tak terkira....

Kutemui si ibu dengan pilu,setelah acc dokter spesialis anak dan tanda tangan sang bapak.
"ibu.... Mohon maaf sekali, bayi ibu harus saya bawa pulang,  karena kalau diinapkan disini kena biaya yang ga bisa dibayar oleh kartu jaminan kesehatan yang ibu punya,  bayi ibu akan saya bawa ke puskesmas.  Mohon ijin jikalau harus saya gunakan susu formula... "

Si ibu mengangguk tanda setuju....
Ku elus tangannya, berharap ini hal ini tak pernah terjadi.

Ku ajak nenek sang bayi,  ku bawa bayi merah itu,menelusuri lorong-lorong yang membisu, menyeka mata yang tiba-tiba menghangat, menuju parkiran menembus dinginnya malam menjelang pagi. Terasa tersayat....

Dalam perjalanan, ku belokan menuju minimarket 24 jam.  Kutanya nenek renta yang sejak tadi terdiam,"mak... Kita harus beli susu bayi dan botol susu, mak ada uang ga? "

"ada neng... 10 ribu... "

Ah.. Mak... Tuh kan...bikin nyembul lagi airmatanya...

Ku kemudikan mobil menuju puskesmas.  Berfikir sambil menatap nanar,  ah andai sistem islam dapat berdiri tegak, pemimpin yang meri'ayah setiap umatnya, diterapkannya sistem yang tak lagi bernafas untung rugi, kebijakan yang tak lagi menusuk hati, penguasa yang tetap mengambil peran bukan menyerahkan permasalahan kesehatan pada sebuah lembaga yang keliru, bukan yang berdasar pada kapitalis semu, bukan yang melepas tanggungjawab, bukan yang menyerahkan pada swasta, bukan yang menyerahkan urusan kesehatan pada individu2 rakyatnya, bukan merugikan masyarakat, bukan yang membuat tangis tenaga kesehatan, bukan yang  membuat gulung tikar rumah sakit

Rindu...
Rindu ya Allah... Tatkala Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al Razi berkata tujuan utama seorang dokter adaalh menyembuhkan orang sakit ketimbang mengambil upah. Rindu... Tatkala Sultan Muhammad Al fatih mengeluarkan kebijakan untuk membangun banyak rumah sakit, dan bagaimana khalifah Ustmaniyah ke 7 tersebut dapat adil yang dilandasi keimanan akan besarnya tanggung jawab kepemimpinan dihadapan Allah SWT, keluasan ilmu, ketaatan pada syariah Nya, serta hati yang ikhlas sebagai pelayan rakyatnya. 

Rindu ya Allah...
Rindu jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan dengan sistem islam,  bagaimana juga islam bisa melakukan kualifikasi tenaga kesehatan sehingga semakin berkualitas pelayanannya, bagaimana tercukupinya obat-obatan dan tersedianya dengan cukup alat-alat kesehatan, bagaimana koordinasi antar fasilitas kesehatan yang cepat dan memuaskan.

Sehingga,  pelayanan kesehatan menjadi tanggungjawab negara bukan dibebankan pada individu-individu.

Serta...
Seluruh tenaga kesehatan memahami posisinya sebagai khadim Al-ummah (pelayan umat) sehingga mampu memberikan pelayanannya secara maksimal dan didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan (qimah al-insaniyah)

Sudah tiba...

Sesaat ku tatap wajah bayi tak berdosa itu...

Wahai pemimpin...
"seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatny, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya. "(HR. Bukhari dan Muslim).

Lekas lurus paradigma yang keliru, lekas sembuh kesakitan yang berjamaah...


Kita butuh dokter umat untuk mengobati pemikiran.
Oktober 2018

No comments

Featured Post

HIDUP TIDAK PERNAH BERMASALAH, KITALAH SENDIRI YANG MEMBUATNYA MENJADI MASALAH

  "Hari ini sungguh sial. Jalanan macet, angkot biadab berhenti sembarangan, bos di kantor kurang ajar, mengapa semua orang menjadi bod...