PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

PERJALANAN SEBUAH HIJRAH(2)

Share:

Serial : Dari Jilbab Mbulet ke Jilbab Lebar

Oleh : Irene Radjiman


Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan saya yang berjudul  PERJALANAN SEBUAH HIJRAH

Awal berjilbab masih mikir soal style, modis dan gaya. Ini saya sebut jilbab mbulet, soalnya emang suka di untel-untel nggak karuan kan? Yaaa maklumlah kan saya wanita kantoran kala itu. Kemudian banyak hal terjadi. Allah beri banyak persoalan baik dikantor maupun dirumah. Saya tertekan, bingung. Dikantor dapat tekanan, dirumah stress dengan kerewelan anak-anak. Saya tahu seharusnya saya ada dirumah mendampingi mereka. Tapiiii.... lagi-lagi penyakit wahn saya kumat. Kalo saya resign, artinya hanya ada 1 sumber penghasilan dari suami saya. Trus? kalau saya mau nyalon gimana? kalau saya pengen ini itu gimana? masa' harus minta sama paksu?

Lagi-lagi "TAKUT MISKIN"

Tapi Allah sungguh baik, sangat menyayangi saya. Allah tambah lagi persoalan, suami saya jadi possesive dan pencemburu. Hampir setiap hari kami bertengkar hanya karena persoalan sepele. Saya pusing pala barbie! Aku kudu piye yo Gusti! begitu jeritku dalam hati.

Kami datang pada seorang kiyai yang dikenal begitu waro' di Banten. Kami sampaikan semua persoalan pada abah (begitu kami memanggil kiyai tersebut). Abah berkata, "Kalian terkena penyakit WAHN (terlalu cinta pada dunia dan takut mati)." Kami terkejut mendengar pernyataan abah.

"Kalian juga menyekutukan Allah dengan ikhtiar. Kalian Tuhankan ikhtiar. Kalian pikir, karena pekerjaan kalianlah maka kalian bisa hidup. Orang yang mengidap penyakit WAHN pasti akan mengalami kepusingan seperti kalian." kembali abah menyambung kata-katanya.

"Jadi bagaimana solusinya bah ?"

"Taubat, kembali pada Allah!" Jawab abah. Kami tambah bingung. Gimana caranya kembali pada Allah?! Ya ampuuunn malah jadi makin pusing.

"Kembali pada Allah itu gimana maksudnya bah ?" akhirnya saya beranikan diri untuk bertanya.

"Nurut sama Allah."

Duh makin bingung lagi...

"Tetekannya kamu dikantor, possesivenya suamimu, itu bukan ujian. Itu desakan dari Allah agar kamu hijrah. Hijrah ketempat dimana kamu seharusnya berada. Disanalah tempat yang Allah kehendaki."

"Dimana bah ?" Saya masih memberanikan diri untuk bertanya

"Dirumah, menjaga harta suamimu dan mendampingi perkembangan anak-anakmu."

Saya melongo.... kliyeng... kliyeng.... kliyeng.... tambah pusing saya...

Seolah tahu kebingungan saya, abah mulai melanjutkan

"Bagaimana mungkin mengajari berenang pada orang yang takut nyemplung ke kolam. Bagaimana mungkin mengajari tinju pada orang yang takut kena tonjok. Bagaimana mungkin mengajari silat pada orang yang takut kena pukul. Bagaimana mungkin mengajari bercocok tanam pada orang yang nggak mau kena lumpur. Bagaimana masalahmu terselesaikan saat kau takut tinggalkan dunia untuk taat?"

Duuuhhh nampaaarrr banget!!! telak! pas kena ulu hati

Kami pulang, masih memikirkan kata-kata abah. Saya mulai merenung... Sept 2016, saat posisi saya dipuncak sebagai

"Training Manager & Bussines Development for Pilot School"

Keputusan paling... paling apa yaaa... paling sinting kata teman-teman saya. Tapi kini saya sadari ini adalah keputusan paling waras pertama kali yang saya buat dalam hidup saya

RESIGN untuk menjadi seorang Ibu Rumah Tangga

Menurunkan ego dari level 9 ke level 1. Memulai dari awal. Menekan rasa. Saat berasa bekerja bagaikan circle K, 24 hours/day, 7 days /week, without duty free, always standby...

Subhanallah....

Allah maha baik. Allah selesaikan satu persatu. Ternyata menjadi IRT tidak semengerikan yang saya bayangkan. Ternyata saya menikmatinya.

Enaknya nodong uang ke suami. Apalagi kalo nemu duit dikantong celana atau kantong baju, udah berasa kayak nemu harta rampasan perang. Ternyata ini FUN nya IRT 😍😜

Allah menuntun kami menuju hidayah-NYA step by step.

Ketika sudah mulai berprofesi sebagai IRT, entah mengapa hubungan saya dengan suami menjadi lebih harmonis.

Rizki itu memang datang dari apa yang kita usahakan. Sayangnya bukan usaha kita mendekat pada dunia, tapi usaha kita menggapai ridho Allah. Selama ini kita memisahkan antara ikhtiar dengan ibadah, padahal mereka adalah satu tak terpisah. Analoginya begini. Seorang karyawan yang merasa digaji oleh bosnya dikantor, akan melakukan apapun untuk membuat hati bosnya senang, ini cari perhatian namanya. Harapannya akan diperhatikan, menjadi dekat dengan bos, kalau sudah dekat dengan bos, maka akan banyak kemudahan yang dia dapat. Bisa jadi akan sering dapat bonus, atau gajinya dinaikkan.

Nah dari sinilah saya belajar ilmu tauhid dasar dari guru saya. Ikhtiarmu adalah ibadahmu. Jangan dipisah! Bila kamu memisahkannya, maka hidupmu terasa tidak mudah. Saat kamu berpikir ikhtiarmu adalah apa yang kamu kejar untuk dunia, maka kamu akan lelah. Lelah mengejar dunia yang makin mengejek dan menjauh. Begitupun saat kamu pikir ibadahmu hanyalah kewajiban, tak ada kenikmatan dan kekhusyukan disana. Namun saat kamu berpikir ibadahmu adalah ikhtiarmu untuk mencari perhatian Allah, ini akan beda rasanya. Dari sinilah saya mulai belajar, seperti apa itu yang namanya sungguh-sungguh berharap pada Allah. Cari muka dihadapan Allah, begitulah saya menyebutnya.

Dari sinilah rizki kami mulai berdatangan, melalui bisnis suami saya. Perubahan suami saya terlihat nyata. Saya sarankan pada ibu-ibu, berdo'a begini untuk suaminya ya

"Ya Allah, jadikan suami hamba orang yang taat dan takut kepadaMU dan limpahkanlah rizki halal barokah sebanyak-banyaknya atas apa yang ia usahakan. "

Ingat, yang pertama do'akan suami menjadi orang yang taat dan takut pada Allah, karena kalau sudah jadi suami yang taat dan takut pada Allah, punya rizki sebanyak apapun larinya nggak jauh jauh, insyaa Allah ke anak-anak dan isterinya.

Karena waktu saya sudah banyak dirumah, kami sekeluarga menjadi punya banyak waktu untuk kembali menyambung silaturahmi pada saudara, kerabat dan teman. Terkadang melakukan wisata rohani, ziarah kubur ke makam para wali. Seringkali kami harus singgah sebentar di mushola atau masjid untuk sholat diperjalanan. Seringkali saya lupa membawa mukena, atau merasa ribet dengan bawaan, jadi nggak praktis. Dari situlah saya mikir, "Saya jadi nggak praktis kalau mau sholat diperjalanan, karena pakaian saya (walau sudah berjilbab, tapi kan masih pakai celana panjang dan jilbab mbulet), memang tidak pantas digunakan untuk sholat, alhasil saya masih harus melapisinya lagi dengan mukena. Belum lagi kalo saya lupa bawa mukena, dengan terpaksa saya harus pakai mukena yang ada di mushola/masjid itu. Dimana mukena disitu seringnya begitu deh 😊

Dari sinilah saya mulai mengganti gamis longgar, jilbab lebar dan panjang, pakai stocking wudhu. Dan saya sangat nyaman dengan busana saya ini.

Masyaa Allah sungguh Allah maha baik, saat hambaNYA sedang tertatih untuk mendekat, Allah menariknya dengan cepat.

Sumber t.me/ireneradjiman

No comments

Featured Post

HIDUP TIDAK PERNAH BERMASALAH, KITALAH SENDIRI YANG MEMBUATNYA MENJADI MASALAH

  "Hari ini sungguh sial. Jalanan macet, angkot biadab berhenti sembarangan, bos di kantor kurang ajar, mengapa semua orang menjadi bod...