Oleh : Irene Radjiman
Siang itu di depan ruang ICU. Kulihat kesibukan team medis sangat luar biasa. Berbeda dari hari biasanya. Kutanya pada salah seorang keluarga pasien yang sepertinya sudah sangat akrab dengan suasana ruang ICU.
Saya :"Tumben itu suster-suster pada sibuk, jalannya terburu-buru semua ya bu ?"
Dia :"Iya barusan masuk 2 pasien. Tadi pagi ada bayi baru lahir nggak ada anusnya. Trus barusan ada bapak-bapak nggak bisa pipis."
Tiba-tiba lift terbuka. Kulihat tergolek seorang laki-laki diatas ranjang dorong rumah sakit. Seperti ada pembengkakkan di posisi agak dibawah perut.
"Itu neng si bapak yang nggak bisa pipis." Si ibu disebelahku yang tadi memberikan penjelasan, berbisik ditelingaku. Aku mengangguk sambil terus menatap ranjang dorong itu menghilang masuk ke dalam ruang ICU.
Kemudian si ibu tadi kembali bicara padaku.
"Gara-gara nggak bisa pipis, nggak bisa BAB aja bisa keluar biaya besar ya neng ? Padahal kalau dipikir mah itu cuma buang kotoran !" Aku hanya menjawab dengan senyuman. Ada yang menyentak dari kalimat itu.
"Padahal kalau dipikir mah cuma buang kotoran !" Subhanallah.... kembali aku teringat disebuah kajian :
"Allah itu hanya menciptakan manusia satu mulut saja ! Namun menciptakan dua saluran pembuangan yang berbeda, yaitu saluran buang air seni dan saluran buang air besar. Bahkan untuk selalu bugar, manusia disarankan untuk selalu berolah raga, agar terjadi pembakaran kalori dikeluarkan dalam bentuk keringat melalui pori-pori tubuh."
Apa artinya ini ? Manusia diminta untuk lebih banyak memberi daripada menerima. Melalui tubuh kita, Allah kirimkan pesannya melalui yang tersirat, bahwa mengeluarkan sesuatu yang sudah kita dapat itu adalah sebuah keharusan. Untuk sebuah kesehatan satu mulut dari tubuh kita harus diimbangi dengan 3 saluran pembuangan :
1. Saluran pembuangan air seni
2. Saluran pembuangan BAB
3. Saluran pembuangan keringat melalui pori-pori
Berarti perbandingannya dari 1 pemasukan yang kita miliki, kita harus memiliki 3 saluran pengeluaran berbeda. Salah satunya kita abaikan, maka akan Allah paksa keluarkan dengan cara yang lain.
Dari 1 sumber penghasilan yang anda punya, paling tidak anda harus keluarkan ke tiga saluran sedekah yang berbeda. Artinya benar-benar anda keluarkan tanpa anda dapatkan sesuatu. Adakah yang ingin mengambil kembali air seni yang sudah dikeluarkan ? Adakah yang ingin mengambil kembali kotoran yang sudah dikeluarkan ? Atau adakah yang ingin mengambil kembali keringat yang sudah dikeluarkan ?
Kembali saya teringat saat dulu dengan berbagai alasan saya seringkali menolak bila ada teman yang mengajak berdonasi untuk kemanusiaan.
"Sorry bukannya gue nggak mau bantu, tapi tiap bulan gue udah jadi donatur tetap di salah satu panti asuhan. Lagian saat ini kondisi gue juga lagi begini. Gue bantu do'a aja deh sorry yaaa..."
Tidak lama kemudian anak saya sakit. Harus opname di RS dengan biaya yang tidak sedikit. Selalu berulang kejadian seperti itu. Kalau nggak anak sakit, suami sakit, diri sendiri yang sakit, atau kecopetan, kendaraan perlu ke bengkel, dsb. yahhh... ada aja lah. Dan akhirnya disebuah kajian saya dapati jawabannya :
"Jangan-jangan sedekah yang dikeluarkan belum sebanding dengan rizki yang sudah Allah berikan !"
Astaghfirullah....
Salah seorang teman saya yang tidak bersedia saya sebutkan namanya, seorang aktivis kemanusiaan, bahkan memiliki sebuah komunitas yang lebih besar dari komunitas saya, masih berkenan berbagi melalui komunitas saya. Saat saya tanya :
"Mbak komunitas dirimu sudah besar, kok masih juga jadi donatur di konunitas aku ?"
"Ren, kalau nabi Ibrahim saja saat bersama nabi Ismail membangun ka'bah masih minta untuk Allah terima sedekahnya, lah siapa kita ? Yang Pe-De banget, sudah merasa cukup menyalurkan di 1 komunitas saja, di 1 panti saja, di 1 masjid saja atau di 1 yayasan saja ? Kita nggak pernah tahu ren, sedekah melalui pintu mana yang Allah terima. Syukur-syukur kalo diterima semuanya. Tabungan kita banyak deh disana. Lah kalo udah cuma 1 ternyata nggak diterima, trus mau gimana ? Sementara diterima atau tidaknya baru kita tahu nanti setelah mati. Karena bukan hidup yang hanya 1x tapi mati yang hanya 1x. Sebab setelah kematian, tidak akan ada kematian lagi. Manusia seringkali memikirkan "bagaimana hidup enak, tapi lupa dengan mati enak".
Bahkan disebuah kajian tentang sedekah sempat dibahas :
"Jangan pandang siapa yang meminta dan darimana asalnya. Tapi pandanglah zat yang telah mendorong ia/mereka yang telah datang kepadamu !"
"Bila itu kalian baca melalui sosmed, silahkan telusuri kebenarannya, ini bukan bentuk kecurigaan, namun kewaspadaan. Bila hal itu tidak benar, artinya kalian diminta untuk meluruskannya. Bila hal itu ternyata benar dan sedang ditangani oleh orang/komunitas/lembaga yang amanah, maka Allah pasti punya maksud membuat matamu membaca semua itu. Allah ingin kamu lakukan sesuatu. Sebab saat ini kita bukan sedang hidup di jaman nabi Ibrahim, yang langsung mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya. Atau dijaman nabi Rasulullah yang langsung mendapat perintah untuk berperang. Namun melalui nurani, kita akan bisa memahami perintah Allah dari yang tersirat dari setiap peristiwa. Tugas kita adalah menjalankan perintah itu dengan benar !"
Saat di kajian itu ada yang bertanya : "bukankah sedekah tidak boleh dipaksa ustad ?"
"Seseorang tidak bisa memaksa temannya untuk bersedekah. Sebab hanya diri sendiri lah yang bisa memaksakannya, karena setiap perbuatan baik memang harus dipaksa agar terbiasa melakukannya."
Bahkan Allah sendiri perintahkan dalam
Surat At-Thalaq Ayat 7,
"Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan."
Tuh orang yang lagi disempitkan rizkinya aja suruh sedekah. Dan dijanjikan oleh Allah akan diberikan kelapangan sesudah kesempitan dari sedekahnya. Berarti cuma mayit yang nggak diperintahkan sedekah 😊
Bahkan mayit yang kurang bersedekah saat hidup ternyata menyesal saat di dalam kubur :
“Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda [kematian]ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah…” {QS. Al Munafiqun: 10}
Kenapa dia tidak mengatakan,
“Maka aku dapat melaksanakan umroh” atau
“Maka aku dapat melakukan sholat atau puasa” dll?
Berkata para ulama,
Tidaklah seorang mayit menyebutkan “sedekah” kecuali karena dia melihat besarnya pahala dan imbas baiknya setelah dia meninggal…
Maka, perbanyaklah bersedekah, karena seorang mukmin akan berada dibawah naungan sedekahnnya…
Rasulullah _Shallallahu alaihi wa Sallam_ bersabda,
“Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya, hingga diputuskan perkara-perkara di antara manusia.” (HR. Ahmad)
Bahkan dalam hadits diriwayatkan
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir.’
Tuh malaikat aja maju tak gentar membela yang bayar 😆
Ada dua pola terkait dengan REJEKI :
(1) bahwa jika kita tidak mengeluarkannya, maka Allah-lah yang dengan paksa akan mengeluarkannya, hanya nilainya berbeda, yang pertama bernilai pahala.
(2) harta tidak akan menumpuk ketika kita menimbunnya, tapi harta akan semakin banyak ketika kita mengalirkannya dan pantas untuk memperolehnya.
Saya sharing ini sebagai pembelajaran untuk diri saya pribadi. Bila anda juga mengambil pelajaran dari sharing ini, silahkan sebarkan.... namun bila anda merasa tersinggung, tidak perlu baper, marah protes, merasa nggak enak, dsb, abaikan dan lewati saja.
#MuslimahKaffahPeduliKemanusiaan
Editor : secangkirTeh
No comments