.
© Doni Riw
Sikap muslimin terhadap segala sesuatu selalu terikat pemahaman Islam. Terkait kenaikan harga BBM, muslimin punya dua perspektif besar; Aqidah dan Syariah.
Sebelum membahas secara aqidah dan syariah, kita perlu memahami secara faktual. Bahwa kenaikan BBM niscaya diikuti kenaikan seluruh harga kebutuhan pokok. Tetapi tidak dengan pendapatan.
Bagaimana sikap muslimin terhadap fakta tersebut? Pertama, secara aqidah; muslimin senantiasa paham bahwa rezeki sudah ditentukan oleh Allah. Selama manusia berikhtiar dan bersabar, maka tidak perlu khawatir bahwa kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi, meski harga BBM naik sekalipun.
Ke dua secara Syariah. Muslimin perlu tahu bahwa sumber daya minyak adalah salah satu harta rakyat.
Nabi bersabda yang artinya: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api" (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Sebagai sebuah harta Rakyat, maka tambang minyak bumi di seluruh negeri muslim adalah milik rakyat, dikelola oleh negara, kemudian dimanfaatkan untuk kebutuhan rakyat.
Namun di dalam sistem kapitalis, sumber daya minyak dan seluruh pengelolaannya berada di tangan korporat dengan perspektif keuntungan perusahaan, bukan keuntungan rakyat.
Praktek inilah yang menyebabkan harga BBM ditentukan oleh harga internasional.
Ditambah dengan utang negara yang semakin membengkak, bunga riba yang luar biasa besar, maka harga BBM dalam negeri naik meskipun harga minyak internasional sedang turun.
Praktek pengelolaan BBM ini menyelisihi syariat.
Maka, sikap muslimin terhadap hal itu tentu bukan pasrah diam saja, melainkan menunjukkan kepada umat tentang kezaliman pengelolaan BBM versi kapitalis.
Seraya mengedukasi umat tentang pengelolaan BBM menurut Syariat Islam.
Namun, pengelolaan BBM sesuai Syariat Islam ini tidak mungkin diterapkan dalam sistem demokrasi. Hanya bisa di dalam sistem negara dan pemerintahan Islam.
Jogja 030922
IG @doniriw
t.me/doniriw_channel
No comments