Secara bahasa, syirik dari kata asyraka-yusyriku yang artinya “menjadikan sesuatu tidak bersendirian”. Dan kata “syirik” maksudnya asy-syirku fiihima (adanya persekutuan dalam keduanya). Secara istilah syar’i, syirik artinya mempersembahkan sesuatu yang khusus bagi Allah kepada selain Allah, sehingga Allah tidak bersendirian dalam hal-hal yang khusus bagi-Nya. Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan,
حقيقة الشرك بالله: أن يعبد المخلوق كما يعبد الله، أو يعظم كما يعظم الله، أو يصرف له نوع من خصائص الربوبية والإلهية
“Hakikat syirik terhadap Allah adalah: (1) menyembah makhluk seperti menyembah Allah, atau (2) mengagungkan makhluk seperti mengagungkan Allah, atau (3) memalingkan salah satu kekhususan Allah kepada makhluk dalam rububiyah atau uluhiyyah.” (Tafsir As-Sa’di, 2: 499)
Contoh:
1) Seseorang mempersembahkan ibadah salat kepada berhala. Ini termasuk syirik karena menyembah makhluk seperti menyembah Allah.
2) Seseorang mengagungkan seorang kyai dengan penuh pengagungan, sujud dan rukuk kepadanya, meyakini dia memiliki kuasa-kuasa terhadap nasib, rizki, dan semisalnya. Ini termasuk syirik karena mengagungkan makhluk seperti mengagungkan Allah.
3) Seseorang mengklaim mengetahui yang terjadi di masa depan. Ini termasuk syirik karena masa depan adalah perkara yang khusus bagi Allah.
Awal terjadinya kesyirikan
Awal terjadinya kesyirikan adalah di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,
كان بين نوحٍ وآدمَ عشرةُ قرونٍ كلُّهم على شريعةٍ من الحقِّ فاختلَفوا فبعث اللهُ النبيين مُبشِّرينَ ومُنذرِين
“Dahulu antara Nuh dan Adam terpaut 10 generasi. Mereka semua di atas syariat yang benar. Setelah itu, mereka berpecah-belah sehingga Allah pun mengutus para Nabi untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan” (HR. At-Thabari dalam Tafsir-nya [4048], disahihkan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 3289).
Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan,
فأولهم نوح عليه الصلاة والسلام بدليل قوله تعالى: {وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ} بعثه الله إلى قومه لما غلوا في الصالحين بعد أن كان الناس على دين التوحيد منذ آدم عليه السلام إلى عشرة قرون وهم على التوحيد
“Rasul yang pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis shalatu was salam, dengan dalil firman Allah (yang artinya), “dan para Nabi setelahnya” (QS. An Nisa: 163). Allah mengutus Nuh pada kaumnya karena mereka ghuluw (berlebihan) dalam mengkultuskan orang salih. Setelah sebelumnya manusia di atas tauhid seluruhnya sejak zaman Nabi Adam ‘alaihissalam sampai 10 generasi, semuanya di atas tauhid” (Syarah Tsalatsatil Ushul, hal. 288).
Allah Ta’ala berfirman tentang kesyirikan di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) kepada Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.” (QS. Nuh: 23)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
أسماء رجال صالحين من قوم نوح، فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون أنصاباً وسموها بأسمائهم ففعلوا، فلم تعبد، حتى إذا هلك أولئك وتنسخ العلم عبدت
“Ini adalah nama-nama orang salih di zaman Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kaumnya untuk membangun tugu di tempat mereka biasa bermajelis, lalu diberi nama sesuai dengan nama-nama mereka. Dan (bisikan) itu dilakukan. Ketika itu tidak disembah. Namun ketika generasi tersebut wafat, lalu ilmu hilang, maka lalu disembah.” (HR. Bukhari)
Ternyata kesyirikan pertama kali karena berlebihan dalam mengkultuskan orang-orang salih.
Lanjut baca: https://muslim.or.id/65984-makna-syirik-dan-larangan-berbuat-syirik.html
@fawaid_kangaswad
No comments