Mampu berkuasa memang menarik. Di semua level, di tiap tingkatan dan lapisan, selalu ada rayuan untuk menjadi yang paling berkuasa. Serba menentukan.
Berambisi untuk menempati posisi sentral. Pusat dari perhatian dan kegiatan. Selalu memprioritaskan diri serta ingin mendominasi. Haus akan kekuasaan. Hal-hal ini adalah penyakit hati!
Efek negatifnya mengerikan! Dampak buruknya bisa meluas.
Nabi Muhammad ﷺ mengingatkan :
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
" Dua serigala yang sedang lapar, dilepas di tengah-tengah sekawanan kambing, masih belum seberapa dampak kerusakan yang dibuatnya, apabila dibandingkan dampak kerusakan akibat ambisi terhadap harta dan kekuasaan terhadap agamanya" (HR Tirmidzi 2376 dari Ka'ab bin Malik)
Coba perhatikan betapa mengerikannya!
Dua ekor serigala buas yang sedang lapar-laparnya, justru dilepas-bebaskan di tengah-tengah kawanan kambing yang digembalakan. Apa jadinya?
Kacau. Rusuh. Berantakan. Awut-awutan. Pasti ada kambing yang mati jadi korban. Tentu ada yang terluka. Paling tidak, si pemilik kambing akan kerepotan dan dibuat sibuk. Juga rugi.
Namun, itu masih belum seberapa, jika dibandingkan dampak buruk dan efek negatif akibat bernafsu untuk berkuasa!
Orang seperti di atas, nekat memprioritaskan diri dan ingin mendominasi. Yang dipandang bisa menghalangi akan dieliminir.
Ia selalu senang dipuja. Dengan fantasi buasnya, seolah-olah ia hebat padahal kosong.
Ia merasa sebagai sosok yang paling mampu, paling bisa, lebih berpengalaman dalam segala hal. Tidak ada duanya.
Demi obsesi berkuasa, ia secara sadar membelokkan fakta guna memuaskan ego-sentrisnya. Ide-idenya dipertahankan dengan membabi-buta. Ia tidak suka bila kesalahannya diketahui, sebaliknya cenderung senang mengais-ngais kesalahan orang.
Parahnya lagi, berbohong pun ditempuhnya. Tak lagi malu untuk berdusta dan memanipulasi data.
Narsisme tercetak di karakternya. Membanggakan diri. Ingin diistimewakan. Ujung-ujungnya meremehkan orang. Berusaha menjatuhkan dan mempermalukan pihak lain. Mengejar panggung untuk pencitraan di depan umum!
Al Fudhail bin Iyadh ( Jami' Bayanil Ilmi 1/569) berkata, " Tidak seorang pun yang ambisi berkuasa, melainkan dipastikan akan bersifat iri, berbuat melampaui batas, mencari-cari cela orang, dan tidak senang bila ada yang lain disebutkan kebaikannya "
Nabi Muhammad ﷺ bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَةِ ، فَنِعْمَ المُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الفَاطِمَةُ
" Sungguh! Kalian yang bernafsu untuk berkuasa. Akan berubah penyesalan di hari kiamat. Senang memang saat menyusu. Namun, betapa sulit ketika disapih " ( HR Bukhari 7148 )
Al Karmani menjelaskan bahwa saat sedang berkuasa memang banyak harta, status, dan fasilitas-fasilitas yang diberikan. Mirip bayi yang sedang disusui.
Namun, akhirnya ia bagai anak yang disapih, saat fasilitas-fasilitas kekuasaan hilang. Entah karena dibunuh, diganti, berakhir masanya, juga kelak di akhirat harus bertanggung jawab.
Ambisi berkuasa bukan terbatas dalam urusan dunia. Justru di wilayah agama lah yang lebih menakutkan. Sebab, atas nama agama ia mencari kepuasan dunia.
Ibnul Jauzi berpesan, " Bisa jadi seorang penceramah agama serius dan sungguh-sungguh menasihati. Namun, ada juga yang hatinya dikotori nafsu ingin punya kendali. Ia bangga jika dihormati" ( Talbis Iblis 152)
Abdurrahman bin Mahdi bercerita tentang suasana hatinya yang gembira jika hadirin banyak jumlahnya di majlis ilmu. Bila sedikit yang datang, merasa bersedih.
Bisyr bin Manshur menasihati, " Itu majlis yang buruk. Jangan engkau lakukan itu! " (Siyar A'lam 7/590)
Evaluasi diri berlaku untuk siapa saja. Kenali dan tandai, apakah ada ambisi-ambisi di hati untuk punya kendali di wilayah agama?
Apakah ada obsesi-obsesi untuk punya kuasa dalam dakwah?
Tandanya ; sedih dan terpukul jika sedikit yang mengikuti. Berbagai cara ditempuh agar bisa banyak yang simpati.
MBZ, 16 Nov 2022
t.me/anakmudadansalaf
No comments