Genap sudah. Dari Kamis ke Kamis. Terbilang lama, namun menggembirakan. Datang dan pulang, ke dan dari Sorong selama satu pekan membuat plong karena telah menunaikan janji.
Sorong kini menjadi ibukota provinsi Papua Barat Daya, provinsi ke-38 hasil pemekaran dari provinsi Papua Barat.
Sorong adalah kota terbesar kedua di Tanah Papua setelah Jayapura. Rumah untuk banyak suku pribumi dan suku-suku pendatang ini, sangat strategis karena menjadi pintu keluar masuk ke wilayah Papua lainnya.
Islam menjadi agama mayoritas nomor dua. Oleh karenanya, syiar-syiar Islam seperti masjid mudah untuk ditemukan di Sorong.
Dakwah Sunnah masuk ke Sorong sejak awal 2000-an. Para perintis pertama yang cepat bergaul dan aktif bersosialisasi ke masyarakat muslim, menjadi sebab Dakwah Sunnah mudah diterima.
Tahun 2004, sebuah pesantren di Kilo 10, didirikan sebagai wadah pendidikan dan pusat kegiatan dakwah.
Dimulai secara sederhana, dengan bangunan-bangunan kayu, kini setelah melalui perjalanan 20 tahun, pesantren bernama Darul Atsar telah berkembang baik.
Santri santriwati nya terus bertambah. Bahkan, menerima dari berbagai daerah, seperti Manokwari, Fak-Fak, Raja Ampat, dan lain-lain.
Kini ada puluhan santri santriwati pesantren Darul Atsar yang melanjutkan jenjang pendidikan ke berbagai pesantren di Jawa.
Kegiatan dakwah di kota Sorong, walhamdulillah, berjalan baik. Masjid-masjid banyak yang dimanfaatkan untuk kajian-kajian, termasuk Masjid Raya dan masjid Mako Pasmar 3.
Ada 5 ustadz yang dimasukkan oleh Kementerian Agama kota Sorong ke dalam jadwal khutbah Jum'at untuk masjid-masjid yang ada.
Dakwah Sunnah di Sorong telah menyentuh banyak lapisan masyarakat. Dari pedagang, hingga buruh. Warga biasa, sampai para pegawai. Pekerja perusahaan, juga aparat keamanan. Semuanya adalah karunia dari Allah semata.
Jika kita mengenal Papua identik dengan talenta-talenta pemain bola, maka beberapa dari mereka pun tertarik dengan dakwah Sunnah.
S, salah satunya. Ikhwan asli Papua dari Bintuni rela meninggalkan dunia bola profesional. Sejak kecil bermain bola, membuatnya memiliki karir yang lumayan bagus.
Beberapa tim sepakbola profesional pernah dibelanya. Bahkan, pernah bermain di Jawa di kompetisi liga. Semuanya ia tinggalkan karena lebih memilih fokus beribadah.
Terakhir kali, tawaran bermain di klub profesional tidak ia terima. Uang 60 juta sebagai akomodasi untuk berangkat, ditolak. " Tidak usah ikut", saran seorang ustadz.
Kini ia sudah berkeluarga. Ada istri, ada anak. Berjualan kecil-kecilan. Bisa lebih tenang beribadah. Dapat berta'awun dalam dakwah.
Hal ini menjadi contoh anomali! Ketika beberapa kali bertanya kepada santri-santri di tempat berbeda, apa cita-citanya? " Menjadi pemain bola profesional ", katanya.
Mungkin, anak-anak itu menjadi korban konten-konten medsos dan iklan-iklan yang bertebaran. Digambarkan betapa indah dan nikmatnya dunia sepakbola. Uang, fasilitas, popularitas, prestise, penggemar, dan godaan lainnya.
Kita harus menanamkan kepada mereka hadis Nabi Muhammad ﷺ :
إنك لَن تدَع شيئًا للهِ عزَّ وجلَّ إلا بدَلك اللهُ به ما هو خيرٌ لكَ منه
" Sungguh! Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu dengan niat karena Allah semata, melainkan Allah akan memberi ganti untukmu dengan yang lebih baik ". HR Ahmad no.21996 dan disahihkan Al Albani.
Ibnul Qayyim (Al Fawaid, hal.107) menerangkan bahwa ganti yang Allah janjikan berbeda-beda bentuknya. Namun, ganti yang terbaik adalah : " Merasa dekat dengan Allah dan mencintai- Nya, dan hati yang tenang karena-Nya. Kuat, semangat, bahagia, dan ridha kepada Rabb nya ".
Iya. Sangat disayangkan jika kesempatan thalabul ilmi yang telah Allah berikan, ditukar dengan kesenangan dunia yang sesaat, lagi menipu.
Di saat, banyak dari para pemain bola ingin berhenti hendak mencari kedamaian dan ketenangan hidup, kenapa justru mereka yang sudah damai dalam thalabul ilmi, hendak melepaskannya?
Semoga Allah Ta'ala meneguhkan mereka, anak-anak kita, dan kita semua di atas jalur thalabul ilmi. Aamiiiin
23 Feb 2024
No comments