PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

SAJADAH: ALAS SHOLAT YANG BISA MERUSAK BARISAN

Share:

 


Saya sering merasa jengkel saat sholat berjamaah, terutama ketika bersebelahan dengan jamaah yang membawa sajadah berukuran sangat lebar—jauh melebihi postur tubuhnya. Ketika saatnya merapatkan shaf (barisan), mereka tampak tak nyaman jika sajadahnya sedikit terinjak. Tapi jika saya berhenti di luar sajadahnya, barisan jadi renggang. 


Dilema ini ternyata berakar pada satu hal sederhana: ukuran sajadah.


Pertanyaan “seberapa ergonomis sajadah Anda?” mungkin terdengar aneh. Tapi sebenarnya sangat relevan. Ergonomis di sini berarti sejauh mana sajadah sesuai dengan postur tubuh dan gerakan sholat, serta tetap memungkinkan terbentuknya shaf yang rapat dan nyaman bersama jamaah lain. 


Sajadah bukan sekadar alas, tapi alat bantu ibadah yang bersentuhan langsung dengan tubuh dalam berbagai posisi: berdiri, rukuk, sujud, hingga duduk tasyahhud.


Sajadah yang terlalu besar bisa menciptakan jarak dan rasa kepemilikan ruang yang kuat. Jika terlalu kecil, bisa mengganggu kenyamanan, terutama saat duduk tasyahhud akhir dalam posisi tawaruk yang butuh tempat lebih luas. 


Banyak jamaah membawa sajadah dengan ukuran yang tidak proporsional, padahal ukuran ideal bisa disesuaikan dengan postur tubuh. Secara umum, lebar 60–70 cm dan panjang 110–120 cm sudah cukup untuk seluruh gerakan shalat sekaligus menjaga kerapatan shaf—bukan aturan baku, tapi proporsional bagi kebanyakan jamaah (Kementerian Agama RI – Panduan Desain Masjid; ISNA Mosque Design Guide; Studi Antropometri Jamaah Muslim Asia Tenggara).


Rasulullah ﷺ bersabda:

 

“Meluruskan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

“Tegakkan shaf kalian, jangan kalian membuat celah, karena setan masuk dari celah seperti anak kambing kecil.” (HR. Ahmad dan Thabrani)


Sayangnya, sajadah yang terlalu lebar atau terlalu sempit sering mengganggu kesempurnaan shaf.


Belum ada riset khusus soal ergonomi sajadah, padahal ini bisa jadi topik penting untuk ditelaah lebih lanjut. Meski begitu, membawa isu ini ke ranah akademis mungkin terlalu rumit. Yang lebih penting adalah kesadaran tiap jamaah untuk memilih sajadah dengan ukuran yang sesuai—bukan hanya untuk kenyamanan pribadi, tapi juga demi rapat dan lurusnya shaf.


Produsen sajadah yang paham masalah ini bisa menyediakan sajadah ukuran: S, M, L, XL, sesuai postur tubuh. Atau sajadah masjid tanpa batas tepi, agar jamaah tidak merasa memiliki “area pribadi”.


Sajadah bukan penghalang—melainkan penghubung—dalam membentuk shaf yang rapat, lurus, dan kokoh. Nyaman boleh tapi jangan mengorbankan kebersamaan.


Di kantor juga begitu. Kadang kita terlalu sibuk menjaga kenyamanan diri, sampai lupa barisan di samping kita jadi renggang. Sajadah mengajarkan: jangan hanya pas untuk diri sendiri, tapi pastikan tidak mengganggu orang di sebelah. Rapatnya barisan itu bukan hanya soal aturan, tapi juga soal tenggang rasa.


#EmpatiDiTempatKerja 

#RefleksiDiri

#LeadershipInsight

#TeamWork

#EdisiJumat

No comments

Featured Post

PINTU HARAPAN

Dalam suatu perjalanan saya dari semarang ke surabaya, saya mampir di rest area untuk membeli makanan ringan di mini market. Waktu saya menu...