Masa depan? Apa yang engkau maksud masa depan? Di hari tua atau di hari kiamat? Kalau masa depan adalah masa tua, izinkan saya bercerita sedikit di bawah ini.
15 Ramadhan kemarin. Hari Sabtu menjelang siang. Saya diundang untuk berbicara tentang konsep sahur dan berbuka puasa di Wisma Kagama UGM. Tepat di sebelah timur Bundaran UGM, Yogyakarta.
Puluhan peserta, hampir semuanya adalah pensiunan civitas UGM (Universitas Gajah Mada). Banyak yang doktor, ada yang sudah professor. Saat aktif, ada yang dosen biasa, ada yang juga dekan fakultas.
Ya, puluhan orang-orang lanjut usia. Antara 60 sampai 80-an tahun. Kakek-kakek dan nenek-nenek. Mereka yang semasa muda adalah orang-orang hebat dan ahli di bidangnya. Para akademisi, peneliti, dan pegiat pendidikan di kampus. Kini mereka disatukan oleh sebuah komunitas sosial.
“ Walaupun usia kami sudah tua, tentang agama kami masih harus banyak belajar “, tutur ketua Panitia, yang sempat menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Keuangan UGM tahun 1996-2000.
Seorang peserta, yaitu Drs Edi M.Phil, Ph.D, peneliti di bidang Pertanian yang dulunya menempuh study S2 dan S3 di Australia, kini usianya hampir 80 tahun, sehari-hari aktif mengikuti program bahasa Arab online berbasis Al Qur'an. Saya pernah berkunjung ke rumah Beliau. Luar biasa! Allahumma baarik. Beliau sudah sampai Bab Tamyiiz, sebuah bab-bab akhir dalam ilmu Nahwu.
Saya kira, cerita di atas sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan, bahwa ada orang berfikir masa depan itu jika bisa bersenang-senang dengan fasilitas duniawi. Apabila uang banyak dimiliki. Apabila wasasannya luas tentang ilmu dunia. Apabila sudah berkeliling ke berbagai benua, mengejar pengetahuan umum.
Namun, Alhamdulillah, tidak sedikit yang akhirnya sadar di masa-masa tuanya, bahwa ilmu yang membuat tenang dan damai, ilmu yang sesungguhnya, ilmu yang akan bermanfaat saat mau tidak mau berjumpa dengan Allah, adalah ilmu agama.
Di alam kubur, semua akan ditanya, “ Siapa Rabb mu? Apa agamamu? Siapa nabi mu? “.
Celaka dan merugilah seorang hamba ketika ditanya 3 pertanyaan di atas, ia tak mampu menjawab. Ia hanya bersuara di setiap pertanyaan, “ Haah, haah, haah. Saya tidak tahu”.
Adapun orang beriman menjawab, “ Allah Rabb ku, Islam agamaku, dan Muhammad nabiku”. Ketika malaikat bertanya, “ Darimana engkau mengetahui?”. Ia menjawab;
قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ
“ Aku membaca Kitabullah (Al Qur’an). Aku pun beriman dan membenarkan “ HR Abu Dawud 4753 dari sahabat Al Bara’ bin ‘Azib.
Duhai berbahagialah engkau yang sejak kecil duduk bersimpuh di hadapan Kitabullah. Engkau benar-benar sedang mempersiapkan diri untuk masa depan. Masa depan dalam arti masa tua, dan masa depan dengan makna kehidupan setelah kematian. Itulah hakikat masa depan!
Rasa hormat dan pengakuan terdalam untukmu yang bersabar membaca dan menghafalkan ayat-ayat Kitabullah. Engkau sungguh-sungguh mengerti tentang arti masa depan. Sebab, engkau sedang mempersiapkan diri menjawab pertanyaan-pertanyaan di alam kubur.
Saya sangat terkesan dengan unggahan status seorang kawan yang kaya raya. Punya tanah dimana-mana. Punya macam-macam usaha. Punya banyak kendaraan bermotor. Saya sudah minta izin untuk menukilnya di sini. Status yang menggambarkan harapan sekaligus penyesalan. Harapan agar anak-anaknya semangat belajar agama, penyesalan kenapa dirinya tidak dari dahulu serius belajar agama.
“ Ayah, walaupun belajar di Pondok tidak menjanjikan jabatan dan penghasilan berlimpah. Namun, kami diajarkan bagaimana membela kedua orang tua kami di akhirat kelak. Di saat uang dan jabatan tidak mampu menolong “.
Lendah, 11 April 2025
https://t.me/anakmudadansalaf




No comments