"Mak, Mak coba liat ini Mak!" Ujang, anak berusia 5 tahun itu berseru gembira sambil menunjukkan uang 2 ribu rupiah yang basah di tangannya.
"Ada apa Jang? Loh, uang siapa itu Nak?" Emak Ujang menghentikan pekerjaan mencuci gelas nya sejenak.
"Ujang tadi kan lagi main sama teman-teman di kali Mak, terus Ujang liat ada uang hanyut, Ujang ambil deh. Bukan nyuri juga kan Mak? Nanti kalau uang nya udah kering, beliin telur di warung Bik Ainun ya Mak. Ujang kepengen deh makan telur kayak temen-temen." Ujang berkata sambil mulutnya meniup-niup uang yang basah itu.
'Ya Allah anakku, maaf kan Emak mu ini yang belum bisa memberi makanan yang layak untuk mu'
Tidak terasa dua bening jatuh disudut mata Emak.
"Loh Emak kenapa menangis?"
"Ehh emm, enggak kok, Emak gak nangis. Ini cuma kelilipan tadi waktu Emak niup api, abunya terbang ke mata."
"Sini Jang, uangnya biar Emak keringkan."
Ujang menyerahkan uang basah itu kepada Emaknya, lalu Emak meletakkan diatas tutup panci yang beberapa saat lalu selesai digunakan memasak nasi kerak pemberian tetangga sebelah.
Ujang duduk termangu di samping panci tempat mengeringkan uang itu. Matanya menatap uang lusuh itu dengan penuh harapan, harapan akan memakan telur sebentar lagi akan terwujud.
Ia membayangkan kira-kira seperti apa rasa nya telur ceplok yang ditambah sedikit garam, hmm sungguh lezat sepertinya.
'Ah, betapa enaknya teman nasi kerak malam ini, telur ceplok!!' Batin ujang sambil terus menghayal.
Cacing-cacing di perut nya semakin meronta membayangkan hal itu. Ia baru ingat, hanya 2 bagian kecil ubi yang masuk ke perut nya pagi tadi. Itu pun hasil kerja keras ibunya mencucikan pakaian tetangga.
10 menit kemudian.
"Mak, uang nya udah kering nih. Emak tolong belikan telur ya. Ujang udah gak sabar pengen makan telur." Ujang berjalan kearah Emaknya yang sedang menjahit pakaian, bukan sobek karena bolong, tapi karena kain baju nya memang sudah lapuk.
"Iya sebentar lagi ya nak. Lagi nanggung ini Emak jahit baju nya."
Ujang pun menunggu sambil ikut duduk di samping Emaknya.
Tok! Tok! Tok!
Tok! Tok!
"Jang! Ujangg!!"
Terdengar suara galak dari luar pintu Ujang.
"Jang, bukain pintu nya ya, Emak lagi sibuk ini" pinta Emak kepada Ujang.
Ujang berjalan kearah pintu, lalu membukanya. Terlihat seorang perempuan berbadan gempal, memakai aksesoris berkilauan, serta menenteng sebuah tas brended.
"Heh Ujang, kamu tadi ada ngambil uang 2 ribu di sungai kan?" Katanya galak.
"Iya ada tante, emang nya kenapa dengan uang itu?"
"Itu uang ku yang hanyut di sungai. Tadi pagi aku itu nyuci disungai. Aku lupa kalau ada uang di saku baju nya. Jadinya hanyut lah dia waktu di bilas, sekarang aku minta balikin uang nya?"
"Eh mbak Asti, masuk dulu mbak?" Emak tergopoh-gopoh menyembul dari balik pintu.
"Gak usah ya, aku kesini cuma mau ngambil uang yang di ambil anak mu di sungai tadi. Sini uang nya balikin!" Katanya dengan nada tinggi.
"Nak, balikin ya uang nya tante, itu uang nya tante Nak." Emak mencoba membujuk Ujang yang mulai menitikkan air mata.
"Gak mau Mak! Itu kan Ujang yang nemuin dia hanyut. Bukan nyuri Mak." Ujang sesegukan.
"Eh malah ngeyel nih bocah, kalau maling ya maling aja. Jelas-jelas ngambil uang ku yang hanyut. Sekarang mana sini uangnya!!" Mbak Asti menyambar uang 2 ribu di tangan Ujang,
"Kecil-kecil sudah jadi maling!" Katanya lalu pergi meninggalkan bocah malang itu dan segala harapannya.
Tangis Ujang semakin menjadi, Emak berusaha menenangkan.
"Stt,sttt. Anak Emak kan pintar, gak boleh nangis ya. Ujang mau beli telur kan? Emak juga punya kok uang yang seperti punya tante tadi." Emak mengusap-usap kepala Ujang.
"Beneran Mak? Asyikk! Makan telur nya tetep jadi. Makasih ya Mak. Sini uang nya Mak, biar Ujang yang beli ke warung." Tangis Ujang berhenti seketika.
Emak tersenyum, teringat pada simpanan uang yang susah payah ia kumpulkan 1 minggu belakangan.
'Tidak apa-apa ku pakai dulu, yang penting Ujang bisa makan telur.' batin Emak.
Emak memberikan uang 2 ribu kepada Ujang.
"Ujang berani nyebrang jalan sendirian?"
"Berani dong Mak, kan Ujang udah gede." Ujang tersenyum sambil mengelap sisa-sisa air matanya.
"Yaudah kalau berani, emak lanjutin jahit baju ya?"
Ujang mengangguk. Emak masuk kedalam rumah melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.
BRUKKK!
Terdengar suara orang ramai di depan rumahnya. Emak buru-buru keluar.
"Ada apa ini ibu-ibu?" Tanya Emak penasaran.
"Mak, Ya Allah Mak, sabar ya Mak, mungkin yang Maha Kuasa lebih sayang sama Ujang. Ujang sudah tenang di alam sana Mak," Bik Ainun menjelaskan sambil berlinang air mata.
"Gak mungkin Bik, Ujang tadi masih sehat!" Emak menyibak kerumunan orang. Kepala dan seluruh tubuh Ujang bersimbah darah, di tangan kanan nya menggenggam erat 1 butir telur ayam.
Wajahnya seakan menyunggingkan senyum. Senyum? Ya tentu saja senyum harapan untuk mencicipi telur ceplok.
"Ujangg!!!!" Emak histeris. Seketika petir menyambar, kilat saling bertautan, langit pun turut menumpahkan air matanya.
Disadur o : NOR
No comments