PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

PENDAPATMU YANG BERBEDA DENGANKU, MEMPERKAYA KHAZANAH PENGETAHUANKU

Share:


"Bapak boleh mendekat sini, agar bisa sama-sama melihat kondisi gigi anak Bapak." 


Begitulah kata dokter gigi yang membuat saya bangun dari posisi duduk semula menuju kursi pasien. Saat itu saya sedang mengantar anak pertama saya, Muhammad, yang sudah beberapa hari mengeluhkan sakit giginya. 


"Coba perhatikan Pak," lanjut sang dokter, "masih ada empat gigi lagi yang bolong di bagian bawah ini dan akan kita tambal secara bertahap." Sambil menunjuk-nunjuk mulut anak saya yang sedang menganga di bawah sorotan lampu. 


"Giginya juga sedikit rapuh, saya bisa merasakan ketika mengebor tadi. Karang giginya juga banyak sekali seperti gigi seorang perokok! Tidak wajar untuk anak usia 14 tahun seperti ini!" 


Rupanya memang kondisi gigi Muhammad cukup mengejutkan, pantas saja dokter merasa perlu menunjukkannya secara langsung kepada saya. Selanjutnya saya mulai diinterogasi beliau. 


"Pengalaman saya 15 tahun praktek, biasanya hal ini disebabkan karena faktor makanan. Apakah anak Bapak sering minum dengan minuman bersoda? Atau makan mie instan? Atau fast food?" 


"Tidak terlalu sering, Dok. Biasa saja." 


"Lalu apa yang setiap hari dikonsumsi anak Bapak?" 


"Paling dia suka bikin susu sendiri. Setiap hari bisa tiga kali minum susu." 


"Astaghfirullah! Nah ini penyebabnya Pak! Kenapa bisa minum susu sebanyak itu? Memangnya anak Bapak kurang gizi?" 


Dokter tampak kaget saat saya katakan kebiasaan Muhammad minum susu. Saya lebih kaget lagi karena setahu saya susu itu sehat, maka saya biarkan saja jika anak-anak sering minum susu. 


"Bapak itu korban iklan! Susu itu baik hanya bagi mereka yang butuh asupan lebih tinggi, seperti ibu hamil, mereka yang tinggal di pedalaman, yang seperti itulah. Kalau kita ini hidup di kota, kebutuhan gizi dari makanan sudah terpenuhi, jangan terlalu banyak minum susu. Justru jadi residu di dalam tubuh!" 


Saya masih tidak percaya dengan penjelasan tersebut. Seumur-umur baru kali ini saya mendengar teori bahwa susu itu tidak selalu bagus. Bukankah Rasulullah ketika Isra Mi'raj memilih susu? Ini sudah bisa menjadi bukti kebaikan susu. 


"Anak saya saja sejak kecil sudah dilarang oleh dokter anak untuk minum susu. Saya ikuti nasihatnya, sebagai dokter gigi saya juga mengerti susu itu tidak baik untuk gigi!" 


Tetap saja masih ada rasa penolakan dalam diri saya dari penjelasan tersebut. Saya yakin sekali susu itu bagus. Rasulullah juga punya beberapa ekor kambing yang sehari-hari susunya diperah oleh salah seorang sahabat, lantas diantarkan ke rumah para Ummul Mukminin setiap hari. 


Namun saya memang tidak bisa membantahnya. Hanya karena kita merasa benar, bukan berarti orang lain salah. Hidup ini memang penuh dengan perbedaan pendapat. Adanya orang yang berpikiran berbeda, menunjukkan kesempurnaan penciptaan. 


Jangankan manusia, bahkan zebra saja diciptakan Allah dengan corak putih hitam tidak ada yang sama satu dengan yang lain. Allah Maha Kuasa untuk menciptakan mahkluk dengan beraneka macam perbedaannya. 


Kembali kepada pendapat dokter gigi tersebut, di satu sisi, jalan pikiran saya belum bisa menerima. Namun di sisi lain, saya menghormati dan menghargai pendapat tersebut, karena sang dokter mampu memperlihatkan bukti yang real, yaitu kondisi gigi putra saya. 


Akhirnya sesi konsultasi dengan dokter gigi selesai, seiring tuntasnya proses penambalan gigi anak saya tersebut. Saya bersyukur kepada Allah, dari ruangan praktek dokter tersebut saya mendapatkan pengetahuan baru lagi. 


Pertama, bahwa susu tidak selamanya baik, apalagi kalau berlebihan. Kedua, bahwa berusaha memahami orang lain yang berbeda, jauh lebih membawa kedamaian di hati daripada bersikeras saling menyalahkan. 


Sebelum meninggalkan ruangan, dokter berpesan, "Kecuali kalau minum susu murni itu tidak apa-apa. Silakan konsumsi setiap hari, asalkan dari jenis fresh milk. Yang saya bicarakan tadi itu susu bubuk, karena sudah banyak melalui proses pabrik dan banyak penambahan zat kimia, sehingga tak bisa disamakan dengan susu murni!"


Oh, rupanya begitu! Inilah titik temu antara saya dengan sang dokter, bahwa kami berdua sama-sama sepakat susu itu sehat asalkan susu murni. Mengenai susu bubuk, memang kami belum saling sehati. Tetapi buat apa kita selalu melihat perbedaan, jika kita sudah menemukan persamaannya. 


Sepintas ada penyesalan di dalam hati, jika selama ini status-status saya di media sosial sering menyindir saudara-saudara saya sendiri hanya karena masalah perbedaan pendapat, seolah-olah hanya kelompok saya yang paling benar. Ya Rabb, kami bertaubat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.


Salam Bertumbuh

⏰ Ada rezeki baru jika kita mau mencoba kehidupan yang baru

Penulis @Ustad Araffat








No comments

Featured Post

HIDUP TIDAK PERNAH BERMASALAH, KITALAH SENDIRI YANG MEMBUATNYA MENJADI MASALAH

  "Hari ini sungguh sial. Jalanan macet, angkot biadab berhenti sembarangan, bos di kantor kurang ajar, mengapa semua orang menjadi bod...