Singkat cerita, syahwat dunia sering diidentikkan dengan 3 hal, yaitu tahta, harta, dan wanita. Memang perlu dirinci. Juga masih bisa ditambah dan dikembangkan. Contoh syahwat dunia lainnya adalah popularitas. Namun, singkat ceritanya demikian. Kita sedang berbicara tentang syahwat dunia. Mengenai orang-orang yang menghinakan diri sebagai budak-budaknya. Mereka yang lebih memilih memuaskan syahwat dunia, dibanding berlelah-lelah mengekang syahwat demi kebahagiaan akhirat. Tidak akan ada puasnya! Titik! Mana bisa puncak terlampiaskan? Sebab, syahwat dunia bukannya terpenuhi lalu berhenti. Ia terus berambisi hingga mati oleh kepongahan dan keangkuhannya sendiri. Ibnul Qayyim ( Uddatus Shabirin, hal.276 ) membuat analog yang memadankan antara kehidupan dunia dan perjalanan sebuah rombongan. Sebuah rombongan yang telah menempuh perjalanan jauh. Bekal makanan menipis, bahkan air minum telah habis. Haus dan benar-benar haus. Tibalah rombongan di tepi laut. Mereka yang haus namun hilang akal, melihat air laut sebatas fisiknya. Air! Mereka tidak lagi secara sehat berpikir bahwa minum air laut tidak menghilangkan haus. Tidak ada lagi pertimbangan efek dan dampaknya. Pokoknya; haus. Pokoknya ; ada air. Mereka minum air laut. Semakin banyak yang diminum, semakin bertambah haus. Terus mereka minum, justru perut menjadi sakit. Bahkan, bisa berujung kematian. Berbeda hal dengan orang-orang yang masih berakal. Walau lelah, meski payah, mereka masih bisa berpikir akibat buruk minum air laut yang asin. Mereka menjauh dari tepi laut. Mereka mencari dataran. Mereka menemukan tanah yang baik. Mereka menggali sumur. Mereka menemukan air segar, sejuk, dan tawar. Karena melekat rasa sayang, mereka mengajak rombongan yang masih ada di tepi laut. Mereka panggil. Mereka beritahu. Namun, rata-rata rombongan tidak percaya, bahkan ada yang mencemooh dan mengejek. Hanya satu dua saja yang menyambut. Demikianlah analog yang diberikan Ibnul Qayyim! Para pemburu syahwat dunia ibarat orang haus yang minum air laut. Akan selalu haus. Tidak terpuaskan. Ingin berhenti, namun tak bisa. Karena belum juga sadar, di sana ada air yang segar dan sejuk. Syahwat dunia bagai air laut! Orang-orang yang berpikir jernih. Memandang sangat jauh ke depan. Mereka yang sadar bahwa kehidupan yang sesungguhnya bukanlah di dunia. Mereka yang berpikir jernih itu akan mencari sumber air yang jernih juga. Mereka ingin kehidupan yang bersih. Tidak keruh, apalagi kotor. Tidakkah cukup engkau merasakan lelah? Belumkah tiba saatnya engkau melepaskan diri dari belenggu dunia? Ingatlah, bahwa mereka yang beruntung adalah mereka yang selalu mengingat bahwa : {وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ} “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” QS. Ali Imran 185 {قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى } “Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.” QS. An Nisa’:77 وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ “Mereka merasa bahagia dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” QS. Ar Ra’du:26 Semoga kita tidak termasuk yang Allah Ta'ala firmankan : بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى ( 17 ) "Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal" QS. Al A’la: 16-17. Lendah, 05 Ramadhan 1443 H/07 April 2022
No comments