Tidak sesingkat itu!
Seorang anak tertangkap memegang sesuatu yang bukan miliknya lalu divonis mencuri, diberi hukuman, lalu selesai?
Oh, tidak sesingkat itu alurnya!
Sejumlah anak kecil berlarian mengerumuni seseorang yang membagi-bagikan es krim. Dia seorang penjual es krim. Dari sekian banyak anak, ada satu dari mereka yang ikut mengambil es krim namun tidak membayarnya.
Pencuri kah anak itu? Bukan! Rupanya, ia tidak paham bahwa es krim itu barang jualan. Bukan untuk dibagi-bagikan. Dipikirnya, setiap anak yang menginginkan, boleh mengambilnya.
Di dalam hukum Islam, mencuri adalah perbuatan tercela. Pelakunya berdosa. Berhak dihukum. Bahkan, dalam kondisi tertentu, jika semua syarat terpenuhi, seorang pencuri bisa dipotong tangannya oleh pihak yang berwenang.
Allah Ta’ala berfirman :
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقْطَعُوٓا۟ أَيْدِيَهُمَا جَزَآءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلًا مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
" Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana " QS Al Maidah; 38.
Rasulullah ﷺ meminta sahabat-sahabatnya untuk :
بَايِعُونِي عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَزْنُو
" Berbaiatlah kepadaku! Kalian tidak mempersekutukan Allah dengan apapun, tidak mencuri, dan tidak berzina "
HR Bukhari 18 Muslim 1709 dari Ubadah bin Shamit.
Terkait anak, kasus pencurian tentu membuat orang tua merasa terpukul. Bersedih. Sesak dada. Mungkin juga bercampur marah.
Namun demikian, orang tua haruslah bersikap bijak dan hikmah. Akar masalah harus ditemukan untuk dipotong. Sebab dan dorongan yang membuat anak mencuri mesti dicari. Supaya solusinya bisa lebih tepat sasaran.
Dari kecil, jangan sampai terlambat dan jangan anggap enteng, anak harus diedukasi tentang konsep kepemilikan. Setiap barang ada pemiliknya dan tidak boleh diambil atau dipakai kecuali dengan izin pemiliknya.
Menulis nama pada barang-barang milik anak adalah aplikasi yang baik dalam hal ini. Selain, menanamkan tanggungjawab juga mengenalkan bahwa anak tidak boleh menggunakan barang yang tidak ada namanya di situ.
Di rumah, ajarkan bahwa kakak memiliki barang sebagaimana adik juga memiliki barang. Adik tidak boleh memakai barang milik kakak kecuali dengan izinnya. Sebaliknya, kakak dilarang menggunakan barang milik adik bila belum memperoleh izin.
Ajaklah anak berpikir, sejak kecil, apa yang ia rasakan jika tiba-tiba barang miliknya diambil orang tanpa izin? Kalau ia kecewa atau marah, katakan bahwa orang lain pun akan kecewa dan marah jika barangnya diambil tanpa izin.
Terangkan kepadanya sabda Nabi Muhammad ﷺ :
وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
" Hendaknya ia bersikap kepada orang seperti sikap yang ia harapkan dari orang terhadap dirinya " HR Muslim 1844
Latihlah anak untuk mau dan mampu menyampaikan permohonan izin kepada si pemilik barang jika ia ingin memakai atau meminjam. " Bolehkah saya meminjam barangmu sebentar saja? ", contohnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
" Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya " Disahihkan Al Albani dalam Sahihul Jami' nomor. 7662
Intinya, anak harus dipahamkan bahwa Islam sangat menghargai hak kepemilikan. Jika ingin menggunakan sesuatu, harus menempuh cara yang dibenarkan, seperti dengan membelinya, meminjamnya, atau menyewanya.
Didiklah anak agar berani berbicara ketika menginginkan sesuatu. Nah, orang tua yang kemudian akan merespon dan mengarahkan, apakah dikabulkan, dipenuhi dengan syarat, ditunda, ataukah tidak samasekali.
Tentu ruang komunikasi harus hidup dan nyaman antara anak dan orang tua. Supaya anak tidak salah langkah dalam memenuhi keinginannya.
bersambung...
21 Januari 2024
No comments