8 tahun usiamu. Baru duduk dibangku kelas 2 sekolah dasar. Saat mengantar abangnya kembali ke pondok, selalu saja papinya menanyakan,
"Naza mau di pondok sama abang ?"
"Nggak ah pi, Naza belum kuat puasa air."
Puasa air adalah berpuasa yang buka dan sahurnya hanya minum air tawar, bukan air kopi, air teh ataupun air susu. Benar-benar air tawar. Puasa ini dilakukan selama 11 hari. Ini adalah syarat utama untuk masuk ke pondok itu.
Banyak pro dan kontra saat kami akan memasukkan si sulung kami ke pondok itu.
Seperti komentar dibawah ini.
"Kan nggak ada mbak puasa yang buka dan sahurnya hanya boleh minum air. Trus darimana gizinya kalau nggak makan ?"
Saat itu kami hanya menjelaskan
"Tidak ada aturan baku bahwa berbuka ataupun sahur dalam puasa harus makan. Silahkan sahur dan buka dengan makanan/minuman apa saja, asalkan yakin bahwa makanan/minuman tersebut pasti halal dan thoyyib."
Tapi orang yang kontra itu tetap saja kontra. Akhirnya kami lebih memilih tersenyum daripada berdebat.
Setelah 11 hari calon santri menjalani puasa air, maka mereka diterima sebagai santri dipondok itu. Berapa bayarnya ? GRATIS ! serius ? SERIUS GRATIS.
Pimpinan pondok disitu adalah seorang kiyai yang wara' tidak bersedia dibayar untuk pendidikan agama yang mereka berikan disitu. Bahkan abah (begitulah kami memanggil pak kiyai tersebut), mengatakan begini :
"Kalau saya menerima bayaran dari pendidikan disini, saya rugi, sangat rugi ! ilmu agama yang ditukar dengan uang tidak akan barokah. Uangnya tidak berkah bagi sang guru, ilmunya juga tidak berkah untuk sang murid. Sang guru hanya dapat uang didunia, tapi belum tentu dapat pahala jariyah di akhirat."
Ketika saya cerita tentang jawaban abah pada salah seorang teman, teman saya bereaksi
"Trus untuk pondok-pondok berbayar itu bagaimana ?"
"Aduh tolong jangan tanyakan itu pada saya, saya tidak mau membandingkan, apalagi ber-su'udzon. Lagipula jawaban abah itu juga belum tentu untuk menyindir pondok-pondok berbayar lho. Saya aja nggak kepikiran kesana saat mendengarkan jawaban abah."
Setiap hari santri dipondok itu menjalankan puasa (kecuali hari-hari yang dilarang puasa), hanya saja kalo sudah resmi jadi santri disitu, berbuka dan sahurnya sudah boleh makan. Makanan mereka dari hasil kebun mereka sendiri atau dari pemberian orang. Jadi abah punya kebun yang sangat luas dan kebun itu digarap oleh para santri untuk memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-hari.
Soal puasa setiap hari inipun ada yang kagum, ada yang kontra.
"Nggak ada dalam sunnah itu mbak Irene kalau puasa setiap hari. Niatnya apa coba ?"
Sebenarnya saya juga pernah tanyakan pada abah, kenapa santri disitu harus puasa tiap hari ? kurang lebih beginilah jawaban abah.
"Manusia merasa tertekan hidupnya, merasa sulit hidupnya bahkan bisa menjadi brutal dan biadab karena hawa nafsu yang tidak mampu dikendalikan. Hawa nafsu bisa dikendalikan karena berpuasa. Maka kami gunakan fasilitas puasa dari Allah ini untuk mengendalikan hawa nafsu setiap hari."
Tapi kalo sudah kontra dan merasa benar, yaaa tetep aja kontra kan ? jadi yaa saya senyum saja.
Setiap hari nggak pandang hari kerja ataupun hari libur, abah menerima banyaaakkk sekali tamu. Dari tamu tersebut banyak yang memberikan uang pada abah, jumlahnya pasti bervariasi. Uang itu tidak sepeserpun digunakan abah untuk keperluan pribadinya ataupun untuk keperluan keluarga. Trus buat apa ? dipakai untuk bayar listrik yang menerangi kobong-kobong para santri, beli gas untuk kebutuhan memasak santri, renovasi pondok yang sudah rusak, menambah lahan untuk digarap para santri, dsb. Bahkan banyak dari uang-uang tersebut yang abah berikan pada pondok-pondok lain disekitar pondok abah. Abah tidak pernah bercerita soal ini, tapi semua santri di pondok itu tahu. Sebab kehidupan abah ada di tengah-tengah mereka dan mereka melihat apa yang abah lakukan.
Kembali pada anak saya yang berusia 8 tahun itu. Pernah satu kali saat kami mengunjungi abangnya dipondok, suami saya berkata pada abah.
"Bah, mohon do'anya, supaya anak saya yang kecil ini tertarik untuk belajar disini. "
"Umur berapa ?" Saat itu umurnya belum genap 8 tahun, baru mau naik kelas 2 SD. Abah kembali menjawab : "Ah.. masih lama." kata beliau sambil mengelus kepala anakku yang nomor dua.
Pendidikan ma'ruf dipondok itu adalah daya tarik tersendiri bagi kami, saya mulai gunakan ilmu LOP yang saya dapat di magnet rejeki. Pikiran, perasaan dan perbuatan saya mulai saya selaraskan, "Robbihabliminasholihin" entah sudah berapa juta kali energi "robbihabliminasholihin" itu saya pancarkan ke langit. Bahkan saat saya datang bulanpun, dzikir terbanyak saya adalah "robbihablimasholihin" sambil membayangkan ke-2 anak saya. Mereka adalah masa depan kami. Mereka tercipta di Surga dan harus kami kembalikan ke Surga. Masa depan mereka bukan menjadi ini dan itu, masa depan mereka adalah menjadi ahli surga. Itulah sebenarnya amanah Allah bagi para orang tua untuk anak-anaknya.
Hari itu 17 Desember 2019, sulungku pulang kerumah, tiba-tiba Naza berkata :
"Mami, kalo Naza liburan di pondok abang boleh ?" Aku menoleh pada suamiku. Suamiku bertanya pada sulung kami
"Boleh nggak bang ?"
"Boleh nggak apa-apa, tapi ijin dulu sama abah pi."
"Iyaa jelas ijin abah lah"
19 Desember 2019, kami antar keduanya kepondok. Kami kaget saat ijin kami diterima abah. Betapa aku masih ingat, beberapa bulan lalu abah mengatakan "ah masih lama" tapi kemarin abah mengatakan, "Kuat ini insyaa Allah dia bisa terima pelajaran disini." sambil memeluk Naza.
Naza yang beberapa bulan lalu pesimis mengatakan, "enggak pi, Naza belum kuat puasa air." Tapi kemarin mengatakan.
"Lihat mi, Naza kuat ! (dia berkata sambil beraksi ala binaraga) Insyaa Allah Naza kuat puasa air ! Tadi abah juga bilang Naza kuat puasa air !"
Ya Allah... saat itu air mataku langsung menetes. Kulihat suamiku memalingkan wajahnya. Aku sempat menangkap ada butiran kristal menggenang dibola matanya, namun ia coba menahan untuk tidak jatuh. Aku bagaikan dihujani berlian oleh Allah dihari itu.
Masih kuingat cerita Syahadat (sulung kami), yang sudah memiliki kebun garapan dipondoknya. Saat ini dia sedang senang-senangnya berkebun. Ya Allah... disaat ada banyak anak diluar sana yang kecanduan gadget, anakku justru sedang kecanduan berkebun. Disaat anak lain diluar sana sedang kecanduan jajan, anakku justru sedang bersemangat puasa air.
Saya ceritakan ini, bukan bermaksud riya. Sungguh semoga tidak ada riya dalam hati saya. Saya hanya ingin berbagi, bahwa bukan saya yang hebat, tapi saat pikiran, hati dan perbuatan kita selaraskan, itulah yang namanya fokus. Saya fokuskan pada "Robbihabiminasholihin" saya serahkan pada kekuatan yang maha hebat, yakinlah
"Mintalah kepadaKU pasti aku akan kabulkan" (QS. Ghafir (40) : 60)
Bila saat ini putera puteri anda sedang kecanduan gadget, bisakah selaraskan pikiran, hati dan perbuatan anda untuk membuat anak anda tidak lagi memikirkan gadget ?
Anda berdo'a "Robbihabilminasholihin" namun anda masih belum berani mengambil gadget dari tangan anak anda. Selaraskah ini ?
Saya dan anda sama-sama manusia biasa. Bila keajaiban Allah bisa datang pada saya bukan tidak mungkin keajaiban itu juga datang pada anda, bahkan bisa jadi keajaiban anda akan lebih dahsyat.
Mohon do'a untuk anak usia 8 tahun ini yang sedang menjalani puasa air, agar diberi kekuatan untuk melewatinya.
Walau belum tepat waktu saya ucapkan, "Selamat Hari Ibu"
Poin penting :
1. Sudahkah anda menjadi ibu ataupun isteri sesuai dengan yang Allah perintahkan ?
2. Ibu, anda persiapkan putera puteri anda sebagai apa ? apakah anda persiapkan puteri anda untuk menjadi isteri yang sholeha ? apakah anda persiapkan putera anda untuk menjadi suami yang sholeh ? apakah anda persiapkan puteri anda untuk menjadi seorang ibu yang amanah ? apakah anda persiapkan putera anda untuk menjadi seorang ayah yang amanah ? atau anda persiapkan mereka untuk menjadi yang lainnya ? sehingga pola pengasuhan anak-anak harus diambil alih oleh kakek dan neneknya ?
Sekali lagi, saya hanya ingin mengingatkan, bahwa masa depan anak-anak kita adalah menjadi ahli surga, bukan menjadi ahli yang lain.
Kesalahan adalah milik saya, kebenaran adalah milik Allah.
Banten, 20 Desember 2019
©IreneRadjiman
No comments