PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

JIKA MALAS TERUS MENUMPUK

Share:


Seorang lelaki berkacamata dengan mengenakan kemeja duduk menjadi narasumber dalam sebuah konten YouTube. Kepercayaannya sebagai seorang atheis (tidak meyakini Tuhan itu ada) diangkat dalam video tersebut. Saya sendiri melihat video itu hanya pada durasi awal-awal saja, karena penasaran ternyata di Indonesia juga ada orang atheis.


Lelaki ini lahir di tengah-tengah keluarga muslim. Semasa kecil ia diajarkan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan. Namun menginjak dewasa ia mengaku lelah dengan semua aktivitas tersebut dan merasa tak berguna. Baginya shalat hanya beban.


Sedikit demi sedikit ia merenungkan bahwa sebetulnya bebas baginya kalau memilih untuk tidak shalat. Lama kelamaan akhirnya tercapailah perenungannya bahwa Tuhan itu tidak ada. Selanjutnya mulai mencari komunitas orang-orang yang anti dengan agama dan merasa cocok dengan keyakinan tersebut karena menawarkan kebebasan. Agama baginya terlalu mengikat dan mengatur.


Bagi saya bahasanya yang panjang dan terlihat intelektual itu bisa disimpulkan dalam satu kata, yaitu malas. Sebenarnya ia malas untuk shalat, malas untuk berpuasa Ramadhan, malas untuk mengerjakan ibadah lainnya. Beranjak dari sini, ia melakukan pencarian sebagai pembenaran akan kemalasannya, maka bertemulah dengan ajaran atheisme.


Penulis ternama kelahiran Spanyol, Wilbur Elton Rees menerbitkan sebuah buku pada tahun 1971 berjudul _Three Dollars Worth of God,_ yang artinya Tuhan itu selayaknya hanya seharga tiga dollar saja. Perhatikan di antara tulisannya.


_I would like to buy $3 worth of God, please._


_Not enough to explode my soul or disturb my sleep, but just enough to equal a cup of warm milk or a snooze in the sunshine._


_I don’t want enough of God to make me love a black man or pick beets with a migrant._


"Saya ingin membeli Tuhan seharga tiga dollar saja. Tidak terlalu banyak yang membuat saya bisa meledak, atau bisa mengganggu tidur saya. Harga itu setara dengan segelas susu hangat atau harga untuk berjemur di bawah matahari. Saya tak ingin Tuhan yang membuat saya menerima kulit hitam atau membuat saya senilai dengan para buruh imigran yang kerjanya memetik lobak."


Sejak dulu banyak orang yang tidak ingin diatur oleh Tuhan. Mereka menyindir dengan kalimat, "Tuhan itu secukupnya saja." Jadi bukan hal yang aneh melihat orang yang malas shalat, lalu memutuskan untuk tidak percaya Tuhan saja. Bagi mereka Tuhan tak perlu mengatur waktunya sehari-hari kapan harus shalat kapan harus tidak.


Jadi apa kesimpulan yang bisa kita petik? Rasa malas itu sejalan dengan tidak mau diatur. Sikap tidak mau diatur akan berkorelasi dengan keinginan agar peraturan Tuhan secukupnya saja. Kalau perlu, tak ada Tuhan sama sekali. _Na'udzubillah._


Oleh karena itu kita perlu berhati-hati dengan rasa malas. Istirahat itu penting, tetapi jangan kelamaan. Kita perlu bangkit kembali dengan semangat. Karena rasa semangat adalah bukti bahwa kita rela diatur. Sikap rela diatur ini bukan hanya pada sebagian waktu kita, tetapi seluruhnya. Kita rela dan menyerahkan sepenuhnya hidup ini kepada pengaturan Allah.


✏️ _Sahabatmu, Arafat._

No comments

Featured Post

HIDUP TIDAK PERNAH BERMASALAH, KITALAH SENDIRI YANG MEMBUATNYA MENJADI MASALAH

  "Hari ini sungguh sial. Jalanan macet, angkot biadab berhenti sembarangan, bos di kantor kurang ajar, mengapa semua orang menjadi bod...