Ibu-ibu ideologis hari ini selalu menginginkan anak-anaknya menjadi barisan penakluk Roma, doa-doa untuk itu seringkali terucap, berharap mereka berada di barisan para ulama, penjaga Islam yang terpercaya, barisan para pejuang yang mengibarkan panji-panji Islam, menjadi pengemban dakwah penegak syariah dan khilafah.
Bahkan anak-anak dilingkungan ibu ideologis bertebaran nama Al-Fatih terinspirasi dari sosok Muhammad Al-Fatih yang memfutuh kota Konstantinopel dengan segala ketangguhannya dan berharap kelak anak-anak yang terlahir di zaman now ini juga sekaliber beliau atau setidaknya sekaliber bala tentara yang dipimpin oleh beliau. Sunguh ini fenomena yang sangat luar biasa dan pantas untuk diapresiasi. Apa yang menjadi harapan dan cita-cita ibu ideologis ini sungguh membuat gentar musuh-musuh Islam akan lahirnya generasi baru yang akan memenangkan perkara ideologi Islam yang kelak akan berdaulat.
Bayangkan saja generasi penghafal Al-quran dimana-mana, Alquran akan menjadi ruh yang senantiasa berkobar-kobar dalam dada anak-anak ideoogis ini, semangat dakwah yang dialirkan oleh ayah bunda mampu membuatnya lebih tangguh berhadapan dengan zaman. Pribadi Islam yang tangguh, kepemimpinan yang unggul, terdepan dalam sains dan teknologi, hukum, politik dan jihad dan siap menerima warisan dakwah melanjurkan estafet perjuangan generasi pendahulunya membuat mereka memiliki keberanian dan keperkasaan berada di tengah-tengah musuh dan percaya diri menghadapi semua halangan dan tantangan dakwah.
Mereka akan membersihkan semua jalan dan meluaskannya hingga Islam dapat melaju sekencang-kencangnya sampai pada tapal batas tegaknya khilafah.
Sungguh keoptimisan para bunda ideologis ini mampu mengalirkan motivasi-motivasi level yang sangat tinggi di atas- rata-rata dari lisan-lisan mereka yang agung, menemani lagkah-langkah para mujahid-mujahidah kokoh dihadapan Kapitalisme- Demokrasi. Dan merekapun dengan mudah menghancurkan ideologi tersebut dan menggantikannya dengan ideologi Islam.
Apa yang kita lihat hari ini seperti mengulang kembali kisah ibunda para terdahulu menyemangati anak-anak mereka dalam menuntut ilmu dan membela agama. Sebutlah ibunda Ibnu Taimiyah yang rajin membuat surat padanya ketika harus terpisah karena Ibnu Taimiyah belajar di kota lain. Salah satu surat yang ibunda kirimkan untuknya sungguh sangat mendalam:
“Demi Allah, seperti inilah caraku mendidikmu. Aku nadzarkan dirimu untuk berkhidmat kepada Islam dan kaum muslimin. Aku didik engkau di atas syariat agama. Wahai anakku, jangan kau sangka, engkau berada di sisiku itu lebih aku cintai dibanding kedekatanmu pada agama, berkhidmat untuk Islam dan kaum muslimin walaupun kau berada di penjuru negeri. Anakku, ridhaku kepadamu berbanding lurus dengan apa yang kau persembahkan untuk agamamu dan kaum muslimin. Sungguh –wahai ananda-, di hadapan Allah kelak aku tidak akan menanyakan keadaanmu, karena aku tahu dimana dirimu dan dalam keadaan seperti apa engkau. Yang akan kutanyakan dihadapan Allah kelak tentangmu –wahai Ahmad- sejauh mana khidmatmu kepada agama Allah dan saudara-saudaramu kaum muslimin”.
Bukan kata-kata melo yang melemahkan yang diungkapkan pada Ibnu Taimiyah sehingga berat hati melepas ananda berilmu kepada para ulama. Tapi kata-kata yang menguatkan sekali bercita-cita mulia pantang ditarik kembali, keputusanpun diambil, menguatkan hati, mengalirkan doa-doa, sekali melangkah pantang menengok ke belakang.
Apa yang menjadi cita-cita ibunda pada anak tentu sesuai dengan tuntutan zaman. Jika dulu para ibunda ini menyiapkan anak-anaknya untuk berkhidmat pada agama agar bisa mempertahankan kemurniannya, hari ini kita sekuat tenaga menyemangati ananda untuk menjadi pengemban dakwah yang dapat dipercaya ikut bersama kita berjuang membangun sebuah peradaban Islam yang dijanjikan. Ini yang terdekat sebelum mereka benar-benar menjadi Al-Fatih-Al-Fatih di era Khilafah Islamiyyah.
Zaman boleh berbeda dengan ibunda para ulama terdahulu, begitupun dengan ibunda para pemimpin terbaik
di era Khilafah, namun sejatinya cita-cita ibu ideologis hari ini tetaplah sama sehingga memiliki generasi dengan kualitas yang tidak jauh berbeda.
Wallahu-a’lam bishshawab
Disadur by: Ustadzah Yanti Tanjung
No comments