Ada sebuah pepatah bahasa Arab yang mengatakan: لما تري السيرة تنير البصيرة yang kira-kira berarti “ketika anda paham sejarah maka hati anda akan tersinari.
Al-Quran sendiri memuat begitu banyak kisah atau sejarah. Sebagian Ulama Al-Quran menyampaikan bahwa kandungan Al-Quran itu hampir 2/3 adalah kisah atau sejarah. Baik kisah/Sejarah orang-orang baik-baik atau sebaliknya kisah tentang mereka yang menolak kebaikan (kebenaran).
Sejarah sendiri disampaikan untuk menjadi ingatan untuk mengingatkan (peringatan) bahwa sebuah peristiwa itu dapat terulang walau mungkin dalam manifestasi yang berbeda. Tapi esensi dari sebuah peristiwa sejarah seringkali memiliki kesamaan dan dengan tujuan yang sama.
Dalam bahasa Al-Quran sendiri sejarah atau kisah ditujukan untuk mengambil “ibrah” atau pelajaran (hikmah). Di surah Yusuf misalnya disebutkan: “sungguh pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”.
Maknanya bahwa Sejarah itu ditujukan bukan untuk sekedar dihafal. Tapi yang terpenting adalah untuk dijadikan pijakan untuk merenung dan memetik hikmah-hikmah darinya. Sejarah mengingatkan masa lalu. Tapi juga membuka mata dan wawasan akan masa kini dan masa depan.
Bangsa Indonesia dalam dua hari ini memperingati dua hal yang penting dalam Perjalanan sejarahnya. Tgl 30 September dikenal sebagai hari kelam kekejaman PKI. Dan tanggal 1 Oktober sebaliknya dikenal sebagai hari Kesaktian Pancasila.
Kedua peristiwa Sejarah ini penting untuk diingat, dipahami, dan diambil pelajarannya sesuai karakter sejarahnya masing-masing. Tentu agar bangsa ini tidak lupa atau buta sejarah seolah bangsa ini tidak pernah mengalami catatan manis atau sebaliknya catatan pahit dalam perjalanan sejarahnya.
Peristiwa 30 September Pengkhianatan PKI sangat penting untuk diingat dan diketahui, apalagi oleh kalangan muda dari bangsa ini. Hal itu karena selain kekejaman kepada para tokoh, ksatria dan Pahlawan bangsa. Juga karena PKI adalah pecundang dan pengkhianat negara.
Diperingatinya 1 Oktober, sehari setejah pengkhianatan PKI, sebagai hari Kesaktian Pancasila Sesungguhnya memiliki makna yang dalam. Satu di antaranya adalah bahwa antara Komunisme dan Pancasila oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai dua ideologi yang paradoks (bertolak belakang). Bahwa selama Indonesia adalah negara Pancasila maka komunisme harus dipandang sebagai musuh ideologi negara dan bangsa.
Istimewanya kemudian adalah bahwa Pancasila secara esensi sejalan dan senyawa dengan agama-agama dan keyakinan kepada Tuhan. Ini sekaligus menegaskan jika Komunisme itu adalah musuh agama-agama. Agama tidak akan dibenarkan hidup dalam tatanan masyarakat komunis. Dan karenanya masyarakat yang sadar agama akan secara tegas menolak komunisme.
Berdasarkan realita ini dan merujuk kepada fakta-fakta Sejarah, kebencian Komunis kepada agama adalah fakta yang tak teringkari. Serangan dan pembantaian kepada tokoh-tokoh agama ketika itu mengingatkan bangsa ini terhadap serangan dan kekerasan yang terjadi kepada para Ustadz dan tokoh agama dalam beberapa waktu terakhir.
Hal yang justeru paling mengkhawatirkan adalah ketika musuh agama dan Pancasila, pengkhianat negara dan bangsa ini justeru hadir dalam sistem. Sehingga usaha-usaha untuk kembali bangkit untuk mengkhianati negeri justeru terkadang atas nama prosedur yang telah benar dan dianggap sah bahkan konstitusinal.
Langkah-langkah terakhir itu semakin terasa ketika mereka yang bangga dengan PKI dan Komunisme justeru berada dalam lingkaran penentu arah kebijakan negara. Mereka akan memakai undang-undang yang dibuat sendiri untuk meloloskan agendanya. Dan jika ada yang berani melawan, atau minimal mengeksposnya, tidak tanggung-tanggung akan dibumi hanguskan dengan cara yang kasar sekalipun dan tanpa malu lagi.
Oleh karenanya bangsa ini harus tersadarkan. Jika serangan 9/11 di Amerika melahirkan slogan “we will never forget” (kita tak akan lupakan). Kenapa justeru ada upaya-upaya pengaburan tentang pahit dan kelamnya pengkhianatan PKI di Indonesia? Ada apa sesungguhnya di balik dari semua itu?
Akhirnya ingat kembali ayat Al-Qur’an: “sungguh pada kisah (sejarah) mereka ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal” (S. Yusuf: 111).
Jangan lagi bodohi bangsa ini dengan menghadirkan suasana atau persepsi yang mengatakan seolah kehadiran dan kebangkitan Komunisme itu biasa saja. Apalagi dengan berbagai usaha untuk membalik fakta untuk menjadikan pengkhianat Pahlawan dan Pahlawan pengkhianat.
Salah satu hal yang menyakitkan adalah ketika komitmen agama yang esensinya sejalan dan seirama dengan Pancasila dianggap ancaman. Tapi Komunisme yang jelas musuh agama dan Pancasila dianggap biasa-biasa saja, bahkan diberikan ruang untuk tumbuh dan kuat.
Mari belajar sejarah. Mari berhati-hati. Buka mata, man!
New York, 1 Oktober 2021
Narasi: Shamsi Ali
* Diaspora Indonesia di Kota New York
No comments