Siapa yang dalam hidupnya tidak pernah mengalami masalah atau ujian? Hutang piutang, ditipu rekanan bisnis, tim kerja yang tidak kompak, tugas harian dan kuliah yang menumpuk, anak susah diatur, dan masih banyak masalah lainya.
Seolah “mereka” sedang berderet rapi mengantri untuk diselesaikan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ya, itulah pernak-pernik kehidupan. Rasanya tak perlu disesali dan dikeluhkan, Cukup dikerjakan insyaAllah akan terselesaikan.
Bukankah itu hasil dari doa kita selama ini? Ingatkah bahwa kita pernah berdoa agar kita diberi kekuatan menjalani kehidupan? Maka untuk mengukur kita kuat atau tidak maka perlu ada beban yang perlu diujicobakan di atas pundak-pundak kita hari ini.
Ujian adalah ketetapan dari Allah terhadap kehidupan dunia ini. tidak bisa diganti, tidak bisa diubah-ubah. Seorang muslim sangat mengerti, bahwa dunia ini adalah negeri kesusahan, tempat ujian dan tidak ada yang benar-benar bisa beristirahat kecuali kelak ketika sudah masuk ke surga(https://suaramuslim.net, 19/05/18).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
_“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.”_ *(HR. Muslim No.2392)*
Lantas bagaimana menyikapinya?
*Pertama,* hadirkan pikiran dan perasaan baik sangka pada Sang pemberi ujian kehidupan. Bahwa setiap ujian yang kita dapatkan sesungguhnya sudah ditakar daan diukur olehNya tidak akan melebihi kapasitas kemampuan diri untuk bisa diselesaikan.
Allah berfirman: _“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”_ *(QS. al-Baqarah: 286).*
*Kedua,* Jadikan setiap masalah sebagai tantangan bukan ancaman. Ada inspirasi yang sangat menarik di saat mengikuti sesi kuliah Analisis Kebijakan Dan Perencanaan Strategik Lembaga Pendidikan Islam. Saat itu saya mendapatkan pencerahan dari Bapak Dr. Hidayatulloh, M.Si (Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo).
Beliau mengatakan bahwa, *“Setiap kita pasti dihadapkan pada masalah. Jika kita melihatnya sebagai ancaman maka kita hanya dalam posisi bertahan jika mau selamat atau kita akan mati jika tidak kuat. Namun, jika kita melihatnya sebagai tantangan, maka tubuh kita akan merespon untuk mengeluarkan potensi terbaik untuk menyelesaikannya”*
Mungkin karena itulah, kenapa bagi sebagian orang yang akan mendaki gunung. Bagi mereka yang sudah membayangkan bahwa mendaki gunung sebagai masalah. Itu sesuatu yang sangat berat, beresiko kematian di perjalanan. Maka sesungguhnya ia melihatnya sebagai ancaman.
Berbeda dengan orang yang berpandangan bahwa mendaki gunung adalah sebuah tantangan. Ia sudah membayangkan betapa menakjubkan manakala ia sampai di puncak gunung. Menikmati indahnya sinar mentari saat ia menampakkan wajahnya di pagi hari. Maka mendaki gunung justru memunculkan semangat untuk segera dilakukan.
Begitupula menjalani dan menghadapi peliknya problematika kehidupan. Perlu kiranya kita menempatkan setiap masalah pada porsi yang benar. Mendudukkannya pada kursi “tantangan” bukan lagi sebagai “ancaman”. Agar kita bersemangat untuk menyelesaikan.
Coba renungkan baik-baik. Apa masalah yang masih menghantui dan tidak bisa membuat kita _move on_ hingga hari ini? Mari berpikir secara benar. Itu ancaman atau tantangan?
Oleh: Abdullah Makhrus
https://pmb.umsida.ac.id
https://bit.ly/DaftarMuhida
No comments