Adz Dzahabi ( Siyar A'lam Nubala 18/265 ) menukil riwayat tentang seorang nenek tua yang datang menemui Abu Ali Al Mani'ii untuk ikut menyumbang pembangunan masjid raya di wilayah Naisabur.
Ibnu As Sam'ani menceritakannya dengan versi lebih lengkap ( Thabaqat as Syafi'iiyah 4/300).
Saat itu Abu Ali al Mani'ii sedang membangun masjid raya di Naisabur. Nenek tua itu datang ke lokasi pembangunan sambil membawa selembar baju. Kira-kira nilainya setengah dinar.
“ Aku mendengar informasi jika Anda sedang membangun masjid. Saya juga ingin terlibat dalam pendanaan yang berkah ini walau sedikit”, kata nenek tua itu kepada Abu Ali sambil menyerahan sumbangan dalam bentuk selembar baju.
Abu Ali memerintahkan bendaharanya untuk menyiapkan uang 1.000 dinar sebagai harga beli baju tersebut dan diserahkan kepada si nenek tua. Setelah menerima, nenek tua itu menyerahkan kembali sebagai donasi pembangunan masjid.
Pelajaran Hidup :
1. Selalu ada semangat yang menyala untuk berbuat kebaikan. Semangat itu dijaga dan tidak dibiarkan padam.
2. Tidak mau dan tidak rela jika tertinggal dalam amal kebaikan. Bukan merasa biasa, apalagi senang, jika dirinya tidak terlibat dalam kebaikan.
3. Berbuat baik itu pada dasarnya dilandasi oleh niatan. Jika sudah ada niat, tekad kuat, dan keinginan bulat, apapun siap diberikan. Bukan banyak sedikitnya. Bukan mahal atau murahnya. Bukan baru atau bekasnya. Namun, apa yang ia punya, sudah itu yang ia serahkan di jalan Allah.
4. Kesempatan amal jariyah jangan sampai dilewatkan begitu saja. Boleh jadi kesempatan itu hanya datang satu kali. Jangan berpikir kesempatan emas itu bisa terulang lagi. Selagi ada, manfaatkanlah!
5. Tidak boleh menilai sedikit atau mengecilkan arti perjuangan seseorang. Lihatlah bagaimana Abu Ali menerima dan mengapresiasi selembar baju si nenek tua itu. Satu dinar kurang lebih 4 gram emas. Baju yang kira-kira senilai 2 gram emas, justru dihargai oleh Abu Ali dengan 4 kg emas.
Siapakah Abu Ali Al Mani'ii?
Adz Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala (18/265) menyebutkan biografi beliau.
Abu Ali Al Mani'ii adalah Syaikh Mulia bernama lengkap ; Hassan bin Said bin Hassan bin Muhammad al Makhzumi.
Menurut Abdul Ghafir, Abu Ali adalah seorang syaikhul Islam yang dipuji karena berperangai sunnah. Kebaikan dan kedermawanannya tersebar ke berbagai penjuru negeri. Semasa muda, Abu Ali adalah seorang saudagar yang sukses. Nama besarnya terus dikenal hingga para pejabat istana.
Abu Ali senang membangun masjid di mana-mana. Beliau juga sering mendirikan pos-pos militer di perbatasan. Setiap musim dingin, beliau membagi-bagi seperangkat pakaian hangat untuk kurang lebih 1.000 orang.
Sekali waktu di tahun 461 atau 462 H, terjadi masa paceklik selama beberapa bulan. Abu Ali membuat dapur umum dengan setiap hari membuat 1.000 paket makanan untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Dengan dana pribadi beliau.
Selain cerita-cerita kedermawanannya, beliau juga dikenal sebagai ahli ibadah yang senang salat malam dan berpuasa. Hidupnya sangat sederhana, termasuk pakaian yang dikenakan. Abu Ali dikenal sebagai pribadi yang tawadhu dan rendah hati.
Beliau wafat di tahun 463 H.
Pertanyaannya adalah : Sejauh mana semangat kita untuk berbuat kebaikan?
Jika harus menunggu saat punya yang "banyak", kapankah itu?
Jika nantinya benar-benar punya yang "banyak", apakah ada jaminan keinginan berbuat baik itu masih ada dan terjaga?
Sudahlah, apa yang engkau punya saat ini, sudah itulah yang engkau berikan.
Toh, sebenarnya itu bukan milikmu. Itu hakikatnya milik Allah yang dititipkan lewat dirimu. Untuk menguji, apakah engkau pergunakan sebagaimana mestinya atau tidak?
Jagalah dirimu dari api neraka walau hanya dengan sepotong kurma!
Lendah 17 Nov 2021
(Motivasi buat saudara-saudara yang semangat mengumpulkan barang bekas atau rongsok untuk donasi dakwah)
t.me/anakmudadansalaf
No comments