Pada sebuah acara reuni, orang-orang yang hadir tampak bahagia sekali dapat berjumpa kawan lama satu sama lain. Mereka saling melepas rindu, sambil bercerita hal-hal yang telah mereka jalani dalam kehidupan.
Acara itu berlangsung sejak pagi hingga siang hari. Berbagai macam obrolan tumpah ruah di sana, termasuk saling memperkenalkan anggota keluarga masing-masing. Hingga terdengarlah suara adzan Dzuhur.
Seorang lelaki yang juga peserta reuni tersebut mengajak kawan-kawan lamanya itu agar jeda sejenak untuk shalat. Namun saran tersebut kurang mendapat tanggapan. Mereka berpikir waktu Dzuhur itu panjang, akan lebih baik jika rangkaian acara diselesaikan hingga tuntas baru kemudian melaksanakan shalat.
Lelaki itu akhirnya mengalah dan memilih untuk mengikuti pendapat kawan-kawannya. Mereka pun larut kembali dalam nostalgia di masa lalu. Beberapa waktu kemudian acara berakhir, dan ditutup dengan makan siang bersama.
Makanan disajikan secara prasmanan, setiap peserta reuni mengambil piring dan gelas yang disediakan lalu bebas memilih aneka hidangan yang berbaris rapi di atas sebuah meja panjang.
Namun sesuatu yang menarik perhatian terjadi. Beberapa orang tertawa, sebagian lagi senyum-senyum kecil. Pasalnya mereka melihat si lelaki itu mengambil nasi dan meletakkannya ke dalam gelas. Sejurus kemudian ia mengambil teko dan menuang air ke atas piring. Apa yang terjadi dengan temannya itu?
Masih dalam keadaan tertawa teman di sebelahnya menegur, "Bro, itu gak tertukar? Masa sih begitu?"
Lelaki itu menjawab, "Kalian tertawa ketika saya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya! Sementara kalian sendiri juga melakukan hal yang sama?"
Mereka saling berpandangan tidak mengerti, hingga sang lelaki melanjutkan, "Kalian menggunakan waktu shalat untuk urusan dunia. Begitu datang waktunya menyelesaikan urusan dunia justru digunakan untuk shalat. Apa itu tidak tertukar juga namanya?"
Sontak saja semua yang hadir tertawa kembali. Tetapi kali ini mereka menertawakan diri sendiri. Semua waktu ada tempatnya masing-masing, ada alokasinya sendiri-sendiri. Meletakkan waktu tidak pada tempatnya, tak ubahnya menciduk nasi ke dalam gelas!
Firman Allah yang sangat jelas tentang
meletakkan waktu sesuai dengan peruntukannya dapat dicermati pada Surat Al-Jumuah ayat 9-10 berikut ini,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
_"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."_
Lihatlah bagaimana Allah membagi hari Jumat, setiap bagian ada porsinya. Allah sudah menyiapkan waktu khusus untuk shalat dan sudah disiapkan pula waktu khusus untuk mencari rezeki. Bukan hanya Jumat, namun demikianlah yang terjadi setiap hari.
Bukankah kita akan malu jika di depan orang lain kita meletakkan makanan tidak pada tempatnya? Lalu mengapa kita tidak malu meletakkan waktu tidak pada tempatnya?
Sumber @ustadArrafat
No comments