Ringkasan Fikih Puasa Bagi Wanita Hamil
1. Wanita hamil jika khawatir akan terjadi bahaya pada dirinya atau terjadi bahaya pada kandungannya, maka ia boleh tidak puasa di bulan Ramadhan. Ulama ijma' (sepakat) akan hal ini.
2. Wanita hamil jika tidak ada kekhawatiran yang tersebut di atas, maka ia tetap wajib berpuasa. Al Jashash mengatakan:
وَإِنْ كَانَ لا يَضُرُّ بِهِمَا وَلا بِوَلَدَيْهِمَا فَعَلَيْهِمَا الصَّوْمُ ، وَغَيْرُ جَائِزٍ لَهُمَا الْفِطْرُ
"Jika puasa tidak membahayakan diri sang ibu atau anaknya, maka wajib bagi wanita hamil dan menyusui untuk berpuasa. Tidak boleh meninggalkan puasa" (Ahkamul Qur'an, 1/252).
3. Wanita hamil WAJIB untuk meninggalkan puasa jika telah jelas akan ada bahaya bagi dirinya atau kandungannya jika ia berpuasa. Karena ini termasuk membunuh diri dan membahayakan diri sendiri.
4. Wanita hamil boleh tetap berpuasa jika ia mau, selama tidak membahayakan dirinya atau kandungannya. Hendaknya ia bertanya kepada ahli kesehatan yang terpercaya untuk mengetahui puasanya akan membahayakan atau tidak.
5. Wanita hamil jika ia tidak puasa maka ada 6 pendapat ulama tentang hal ini:
Pendapat pertama: jika khawatir pada anaknya saja, maka qadha dan fidyah. jika khawatir pada dirinya saja, maka qadha saja. Ini madzhab Hambali dan Syafi'i.
Pendapat kedua: tidak ada qadha dan tidak ada fidyah. Ini pendapat zhahiriyah.
Pendapat ketiga: wanita hamil, qadha saja. wanita menyusui, qadha dan fidyah. Ini pendapat Imam Malik.
Pendapat keempat: wanita hamil dan menyusui hanya membayar fidyah saja, tidak perlu qadha. Ini pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Dikuatkan oleh Syaikh Al Albani.
Pendapat kelima: wanita hamil dan menyusui boleh memilih antara fidyah dan qadha. Ini pendapat Ishaq bin Rahuwaih.
Pendapat keenam: wanita hamil dan menyusui wajib qadha saja tidak perlu fidyah. Ini pendapat Imam Asy Syafi'i, Hasan Al Bashri, Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mundzir, Ath Thabari, madzhab Hanafi, dan dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Al Utsaimin, Syaikh Shalih Al Fauzan dan Al Lajnah Ad Daimah.
Pendapat keenam yang lebih rajih, insyaallah. Yaitu wanita hamil hanya wajib meng-qadha puasanya, dan tidak bisa diganti dengan fidyah.
Dan semua pendapat 4 madzhab mewajibkan adanya qadha, namun mereka hanya khilaf tentang tambahan fidyah.
6. Wanita hamil yang memiliki hutang puasa dan belum mampu meng-qadha-nya sampai bertemu Ramadhan selanjutnya karena ada udzur, maka boleh meng-qadha-nya setelah Ramadhan ketika sudah mampu tanpa ada kafarah.
Namun jika menunda qadha tanpa udzur sampai bertemu Ramadhan selanjutnya, maka wajib qadha sekaligus membayar kafarah berupa fidyah.
7. Wanita hamil yang hutang puasanya menumpuk dan belum bisa meng-qadha-nya sampai ia tua renta dan tidak sanggup puasa lagi, maka baru boleh menggantinya dengan fidyah.
8. Wanita hamil yang tidak berpuasa boleh makan dan minum di siang hari Ramadhan dengan tetap menjaga diri agar tidak menggoda orang yang berpuasa untuk berbuka.
9. Wanita hamil yang tidak berpuasa, tetap dianjurkan shalat tarawih dan i'tikaf.
10. Keguguran atau keluarnya darah dari tempat keluarnya janin tidak membatalkan puasa jika usia janin kurang dari 80 hari. Karena itu bukan darah haid atau pun nifas. Namun jika usia janin sudah 80 hari, kemudian keguguran, maka itu membatalkan puasa karena termasuk nifas.
Wallahu a'lam.
Fawaid Kangaswad | https://lynk.id/kangaswad
No comments