,
My Friend : "Ren, ikut reuni 212 ?"
Me : "Nggak, qodarullah kami sekeluarga lagi sakit."
My Friend : "Iyalah... ngapain juga coba, masa' tiap tahun demo. Malu-maluin orang Islam aja. Kok mau-maunya dipolitisir."
Aku tertegun. Memandang temanku itu, mengernyitkan kening.
Me : "Are you moslem friend ?"
My Friend : "Hah kamu sudah terkontaminasi mereka yang selalu mempertanyakan ke-Islamanku kali aku mengkritisi soal demo tiap tahun itu."
Lagi-lagi aku menghela nafas dan memandang tajam ke arahnya.
Me : "Dengar teman. Mereka saudara kita, dan mereka bukan sedang berdemo. Bahkan sebagian besar dari mereka berada disana bukan atas nama parpol atau atas nama kepentingan politik. Kalaupun ada terbesit untuk kepentingan politik, itu prosentasenya sedikit sekali."
My Friend : "Ren, aku pernah menjadi bagian satu parpol yang mengatas namakan agama, aku juga pernah turun ke jalan seperti mereka. Maka aku bisa bilang mereka di politisir."
Me : "Mereka bukan kelompokmu kala itu. Tidak fair kamu memberikan justifikasi pada mereka dari cerminan orang-orang politik yang pernah menjadi bagian dari kelompokmu."
My Friend : "Oke, kalau menurutmu mereka tidak sedang berdemo, trus ngapain mereka berbondong-bondong ke monas ? Memadati monas, macam orang kurang kerjaan."
Lagi-lagi aku tarik nafas dalam-dalam, walau rasanya pingin nabok mulut nih orang, tapi aku masih ingat dia adalah saudara seakidahku. Sabaaarrr sabaaarrr.
Me : "Mereka tidak sedang berdemo, itu bisa kupastikan, sebab mereka tidak meneriakkan tuntutan apa-apa. Mereka bertakbir. Takbir itu memuja Allah, bukan pengajuan tuntutan. If you are moslem, you know that. Susunan acaranya jelas. Mereka sholat tahajud, sholat subuh berjama'ah, mendengarkan ceramah dan sholat duhur berjama'ah."
My Friend : "Kalo cuma mau seperti itu, kenapa harus di monas ? Kan bisa dilaksanakan jama'ah di masjid-masjid ?"
Aku tersenyum. Entah dia bisa mengartikan arti senyumku atau tidak. Pengen tepok jidat, tepok bokong, tepok pramuka, entar do'i ngambek lagi. Jadilah gue ja'im pura-pura kalem.
Me : "Indonesia ini punya perbedaan waktu say. Lagipula apa masalahnya kalo di monas ? Itu monumen milik Indonesia dan mereka adalah rakyat Indonesia, berarti itu monumen mereka juga. Kenapa jadi dirimu yang pusing ? Dari seluruh Indonesia berkumpul disana. Kita nggak usah berdebat jumlah yaaa... pusing ngitungnya. Coba lihat... jutaan ummat Islam sholat berjama'ah di waktu yang sama tanpa dihalangi perbedaan waktu. Coba buka matamu !! Jutaan bos ! Jutaan...!!"
My Friend : "Tapi apa yang mau diperjuangkan ? Emang mau perang ?"
Me : "Mindset ! Mindset dunia tentang Islam ! Mindset yang dibentuk oleh musuh-musuh Islam. Jutaan orang berkumpul, harusnya rusuh ! Kalo itu seperti yang kamu bilang mereka berdemo. Jutaan orang berkumpul, capek, harusnya ada yang berantem, tapi mana ? Mereka justru saling berbagi. Ada ukhuwah yang terjalin disana. Seharusnya kamu malu dengan cara pandangmu pada saudaramu sendiri. Tahukah kamu, teman-teman segerejaku dulu, mereka kafir, mata sipit, apa yang mereka katakan ? 212 ini membuka mata mereka tentang doktrin Islam yang sudah menempel di otak mereka. Bila mereka radikal, seharusnya mereka merusak fasilitas umum. Bila mereka terorist seharusnya mereka bawa bomb, bukan bawa makanan dan senyuman hangat. Bila mereka intoleran, seharusnya temen-temen gue yang kafir mereka usir, bukan mereka datangi dengan sambutan dan mereka bagi logistik. Ini jutaan orang berkumpul bro, harusnya sampah berserakan, tapi bersih ! Lo nggak bangga sama mereka ? Lo bilang mereka bikin malu Islam ? Di bagian yang mana ? Lo lihat ! Panglima ABRI menyiapkan pasukan kayak mau perang. Tapi apakah mereka merasa mau diperangi ? Nggak non !! Mereka justru menyambut hangat. Menghadiahkan kalungan sorban pada salah satu TNI yang berjaga. Sebagian besar dari mereka justru berpikir para TNI dan Polri itu sedang menjaga kegiatan mereka. Mereka merasa aman dijaga oleh aparat negara. Allahu akbar !! Mereka tidak su'udzon bahwa sedang di mata-matai, karena seperti yang ente bilang, reuni 212 dipolitisir. Anak-anak pondok itu, apa iya dipondoknya mereka dipolitisir untuk datang pada reuni 212 ? Para tunanetra itu, apa iya mereka dipolitisir untuk hadir dalam reuni 212 ? Trus temen-temen gue yang kafir, apa kabar ? Apa iya mereka juga dipolitisir atas nama agama ?"
Mata temanku itu mulai loading.
My Friend : "Tapi apa iya harus selalu ada reuni 212 setiap tahun untuk mengubah mindset ?"
Me : "Harus ! Mindset terbentuk dari sebuah kebiasaan. Kebiasaan tercipta dari sebuah perulangan. Jangan lagi biarkan dunia kembali lagi pada doktrin buruk tentang Islam yg terorist, yg radikal, yang intoleran. Lu tahu, orang komunis berulang kali memberi doktrin pada generasi mereka "kebohongan yang selalu diulang akan diyakini sebagai kebenaran !" Gila nggak tuh ! Bagi gue momentum 212 ini adalah moment untuk menunjukkan Islam yang Rahmatan lil Allamin. Harus selalu diulang, hingga tak akan pernah terlupakan bahwa Islam itu indah. Bukan teroris, bukan radikal dan bukan intoleran. Saya justru berharap tanggal 2 Desember bisa dijadikan hari libur nasional, agar selalu berkumpul saudara-saudara muslim se-tanah air menjalin ukhuwah di dunia nyata, bukan di dunia maya, sebagai tanda bahwa Islam masih tetap ada di bumi Nusantara ini."
Hanya satu pesan saya : "Jangan rusak keindahan ukhuwah 212 dengan sikap jumawa kita. Tetaplah tawadu, menjadi pribadi yang rendah hati, namun bukan rendah diri. Tidak penting media mana saja yang meliput, atau diletakkan di bagian mana berita tentang 212. Karena tujuan perjuangan 212 bukan liputan media, melainkan untuk menunjukkan Islam ada untuk bangsa."
Proud of you all bro and sis. Saya bangga memiliki Islam. Berharap masih diberi umur panjang dan di reuni tahun depan bisa berada bersama kalian.
REUNI AKBAR 212
ALLAHU AKBAR !!!
#ReuniAkbar212 #IslamItuIndah #IslamRahmatanLilAllamin #212UkhuwahIslamiah #MonasMonumenAkalSehat
By : Irene Radjiman
My Friend : "Ren, ikut reuni 212 ?"
Me : "Nggak, qodarullah kami sekeluarga lagi sakit."
My Friend : "Iyalah... ngapain juga coba, masa' tiap tahun demo. Malu-maluin orang Islam aja. Kok mau-maunya dipolitisir."
Aku tertegun. Memandang temanku itu, mengernyitkan kening.
Me : "Are you moslem friend ?"
My Friend : "Hah kamu sudah terkontaminasi mereka yang selalu mempertanyakan ke-Islamanku kali aku mengkritisi soal demo tiap tahun itu."
Lagi-lagi aku menghela nafas dan memandang tajam ke arahnya.
Me : "Dengar teman. Mereka saudara kita, dan mereka bukan sedang berdemo. Bahkan sebagian besar dari mereka berada disana bukan atas nama parpol atau atas nama kepentingan politik. Kalaupun ada terbesit untuk kepentingan politik, itu prosentasenya sedikit sekali."
My Friend : "Ren, aku pernah menjadi bagian satu parpol yang mengatas namakan agama, aku juga pernah turun ke jalan seperti mereka. Maka aku bisa bilang mereka di politisir."
Me : "Mereka bukan kelompokmu kala itu. Tidak fair kamu memberikan justifikasi pada mereka dari cerminan orang-orang politik yang pernah menjadi bagian dari kelompokmu."
My Friend : "Oke, kalau menurutmu mereka tidak sedang berdemo, trus ngapain mereka berbondong-bondong ke monas ? Memadati monas, macam orang kurang kerjaan."
Lagi-lagi aku tarik nafas dalam-dalam, walau rasanya pingin nabok mulut nih orang, tapi aku masih ingat dia adalah saudara seakidahku. Sabaaarrr sabaaarrr.
Me : "Mereka tidak sedang berdemo, itu bisa kupastikan, sebab mereka tidak meneriakkan tuntutan apa-apa. Mereka bertakbir. Takbir itu memuja Allah, bukan pengajuan tuntutan. If you are moslem, you know that. Susunan acaranya jelas. Mereka sholat tahajud, sholat subuh berjama'ah, mendengarkan ceramah dan sholat duhur berjama'ah."
My Friend : "Kalo cuma mau seperti itu, kenapa harus di monas ? Kan bisa dilaksanakan jama'ah di masjid-masjid ?"
Aku tersenyum. Entah dia bisa mengartikan arti senyumku atau tidak. Pengen tepok jidat, tepok bokong, tepok pramuka, entar do'i ngambek lagi. Jadilah gue ja'im pura-pura kalem.
Me : "Indonesia ini punya perbedaan waktu say. Lagipula apa masalahnya kalo di monas ? Itu monumen milik Indonesia dan mereka adalah rakyat Indonesia, berarti itu monumen mereka juga. Kenapa jadi dirimu yang pusing ? Dari seluruh Indonesia berkumpul disana. Kita nggak usah berdebat jumlah yaaa... pusing ngitungnya. Coba lihat... jutaan ummat Islam sholat berjama'ah di waktu yang sama tanpa dihalangi perbedaan waktu. Coba buka matamu !! Jutaan bos ! Jutaan...!!"
My Friend : "Tapi apa yang mau diperjuangkan ? Emang mau perang ?"
Me : "Mindset ! Mindset dunia tentang Islam ! Mindset yang dibentuk oleh musuh-musuh Islam. Jutaan orang berkumpul, harusnya rusuh ! Kalo itu seperti yang kamu bilang mereka berdemo. Jutaan orang berkumpul, capek, harusnya ada yang berantem, tapi mana ? Mereka justru saling berbagi. Ada ukhuwah yang terjalin disana. Seharusnya kamu malu dengan cara pandangmu pada saudaramu sendiri. Tahukah kamu, teman-teman segerejaku dulu, mereka kafir, mata sipit, apa yang mereka katakan ? 212 ini membuka mata mereka tentang doktrin Islam yang sudah menempel di otak mereka. Bila mereka radikal, seharusnya mereka merusak fasilitas umum. Bila mereka terorist seharusnya mereka bawa bomb, bukan bawa makanan dan senyuman hangat. Bila mereka intoleran, seharusnya temen-temen gue yang kafir mereka usir, bukan mereka datangi dengan sambutan dan mereka bagi logistik. Ini jutaan orang berkumpul bro, harusnya sampah berserakan, tapi bersih ! Lo nggak bangga sama mereka ? Lo bilang mereka bikin malu Islam ? Di bagian yang mana ? Lo lihat ! Panglima ABRI menyiapkan pasukan kayak mau perang. Tapi apakah mereka merasa mau diperangi ? Nggak non !! Mereka justru menyambut hangat. Menghadiahkan kalungan sorban pada salah satu TNI yang berjaga. Sebagian besar dari mereka justru berpikir para TNI dan Polri itu sedang menjaga kegiatan mereka. Mereka merasa aman dijaga oleh aparat negara. Allahu akbar !! Mereka tidak su'udzon bahwa sedang di mata-matai, karena seperti yang ente bilang, reuni 212 dipolitisir. Anak-anak pondok itu, apa iya dipondoknya mereka dipolitisir untuk datang pada reuni 212 ? Para tunanetra itu, apa iya mereka dipolitisir untuk hadir dalam reuni 212 ? Trus temen-temen gue yang kafir, apa kabar ? Apa iya mereka juga dipolitisir atas nama agama ?"
Mata temanku itu mulai loading.
My Friend : "Tapi apa iya harus selalu ada reuni 212 setiap tahun untuk mengubah mindset ?"
Me : "Harus ! Mindset terbentuk dari sebuah kebiasaan. Kebiasaan tercipta dari sebuah perulangan. Jangan lagi biarkan dunia kembali lagi pada doktrin buruk tentang Islam yg terorist, yg radikal, yang intoleran. Lu tahu, orang komunis berulang kali memberi doktrin pada generasi mereka "kebohongan yang selalu diulang akan diyakini sebagai kebenaran !" Gila nggak tuh ! Bagi gue momentum 212 ini adalah moment untuk menunjukkan Islam yang Rahmatan lil Allamin. Harus selalu diulang, hingga tak akan pernah terlupakan bahwa Islam itu indah. Bukan teroris, bukan radikal dan bukan intoleran. Saya justru berharap tanggal 2 Desember bisa dijadikan hari libur nasional, agar selalu berkumpul saudara-saudara muslim se-tanah air menjalin ukhuwah di dunia nyata, bukan di dunia maya, sebagai tanda bahwa Islam masih tetap ada di bumi Nusantara ini."
Hanya satu pesan saya : "Jangan rusak keindahan ukhuwah 212 dengan sikap jumawa kita. Tetaplah tawadu, menjadi pribadi yang rendah hati, namun bukan rendah diri. Tidak penting media mana saja yang meliput, atau diletakkan di bagian mana berita tentang 212. Karena tujuan perjuangan 212 bukan liputan media, melainkan untuk menunjukkan Islam ada untuk bangsa."
Proud of you all bro and sis. Saya bangga memiliki Islam. Berharap masih diberi umur panjang dan di reuni tahun depan bisa berada bersama kalian.
REUNI AKBAR 212
ALLAHU AKBAR !!!
#ReuniAkbar212 #IslamItuIndah #IslamRahmatanLilAllamin #212UkhuwahIslamiah #MonasMonumenAkalSehat
By : Irene Radjiman
No comments