PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

APA YANG KITA SOMBONGKAN?

Share:
Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?"

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari;
  • Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain. 
  • Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
  •  Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua sisi, yaitu ego di satu sisi dan kesadaran sejati di lain sisi. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Oleh sebab itu, jangan sampai kita sombong kepada sesama manusia, sejatinya tidak ada yang layak untuk disombongkan. Namun realitanya masih saja ada manusia yang bersikap sombong karena kehebatan, kekayaanm dan pangkat yang dimilikinya. Menurut Abu Laits al-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin, ada empat hal yang perlu dilakukan:

  • Pertama, menganggap bahwa semua yang terjadi itu berasal dari Allah SWT, tanpa  ada anugrah dan taufik dari  Allah, tidak akan mungkin terjadi. Kalau dipahami semua itu terjadi atas anugrah Allah, maka kita akan sibuk untuk selalu bersyukur dan tidak akan bersikap sombong.
  • kedua, melihat bahwa nikmat yang diberikan Allah itu sangatlah banyak dan berarti bagi kehidupan manusia. Apabila dia melihat begitu besarnya nikmat yang diberikan Allah, maka kita akan banyak  bersyukur.
  • ketiga, maka kwatirlah agar amalan yang dilakukan tidak diterima Allah, kalau takut amalan yang dilakukan tidak terima Allah, maka sifat sombong tidak akan muncul dan terus berharap akan ridha dan anugerah dari Allah.
  • keempat, menganggap diri ini banyak dosa. kalau merasa banyak melakukan amal baik maka akan muncul sikap sombong, tapi kalau menganggap diri ini banyak melakukan dosa dan amal buruk, sikap sombong tidak akan muncul.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Lantas, apa yang patut kita sombongkan?

No comments

Featured Post

HIDUP TIDAK PERNAH BERMASALAH, KITALAH SENDIRI YANG MEMBUATNYA MENJADI MASALAH

  "Hari ini sungguh sial. Jalanan macet, angkot biadab berhenti sembarangan, bos di kantor kurang ajar, mengapa semua orang menjadi bod...