Sama seperti tahun-tahun yang lalu, setiap pulang kampung kedua orang ayah dan anak, tidak luput diwaktu pagi dengan santai nya menyeruput teh hangat aroma melati sambil ditemani singkong rebus dan tiupan angin pagi yang berhembus sejul didepan teras rumah.
"Menurut bapak, mengapa dalam waktu beberapa tahun terakhir usahaku tak bisa meningkat lagi omset? Seperti berjalan ditempat?" Pagi itu putranya membuka pembicaraan lebih dulu.
Rupanya selama ini ayahnya sedang memperhatikan usaha sampingan yang sedang digeluti oleh putranya. Sebelum menjawab pertanyaan putranya, ia meneguk @secangkirTeh hingga tegukan terakhir. Disertai pembawaan nya yang tenang dan wibawa.
Lantas beliau menunjuk cangkir yang kosong ditengah-tengah mereka berdua.
"Nak, menurutmu berapa kapasitas teh yang dapat ditampung oleh cangkir ini?" Tanya sang ayah dengan penuh bijaksana.
"Mungkin sekitar empat ratus ml"
"Baik, kalo begitu coba kamu isikan kembali cangkir ini dengan teh sebanyak dua ratus ml?"
Lantas sang anak mengangguk dan meraih teko berisi teh hangat dan menuangkan isinya hingga setengah tinggi cangkir.
"Sekarang bagaimana kalau bapak minta teh hingga empat ratus ml?"
"Baik ayah"
Sang anak pun akhirnya menuangkan kembali teko kedalam cangkir yang masih dalam genggamannya, hingga cangkirnya pun penuh dengan teh.
"Selanjuntnya bagaimana kalau Bapak minta teh sebanyak lima ratus ml?"
"Hal itu tidak mungkin dilakukan pak? Sebab cangkir ayah hanya mampu menampung empat ratus ml, berarti maksimalnya hanya bisa terisi seperti ini."
"Nah, apakah kamu sekarang dapat belajar dari @secangkirTeh, paham maksudnya? Jika kamu ingin isi lebih banyak lagi maka cangkir ini sudah tidak cocok. Maka sudah saatnya mencari wadah baru yang lebih besar."
Kemudian sang ayah mengambil @secangkirTeh yang masih dipegang oleh putranya lantas diteguknya kembali teh aroma melati. Kemudian diperhatikan wajah putranya, nampak analoginya berhasil dan dipahami dengan baik.
Sang ayah tahu betul, bahwa putranya selama ini hanya berkutat mengenai pengelolaannya saja, tanpa mau bersedekah, meluangkan waktu untuk belajar dan menambah pengetahuan dari orang lain yang lebih sukses .
Pantas kapasitas rezekinya tidak bertambah, karena kapasitas sedekahnya sedikit dan juga imunya tidak pernah mau di upgrade. Bukankah ilmu adalah wadah yang akan menampung aliran rezeki.
Dalam terminologi Al-Imam Asy-Syafi'i prinsip itu berbunyi,
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ
“Siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu. Siapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu. Siapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”
Maka dari wasiat dan pelajaran diatas adalah,; siapapun yang hendak menggenggam dunia, maka hendaklah ia upgrade juga ilmunya.
No comments