"Arafat, ente tahu ketika jenazah dikuburkan ke dalam liang lahat, bagian mana yang akan dimakan cacing tanah terlebih dahulu?"
Suatu hari guru saya tiba-tiba bertanya demikian. Saya sendiri tidak tahu jawabannya, dan ternyata apa yang beliau sampaikan merupakan ilmu yang baru.
"Yang pertama dimakan cacing tanah adalah lidah dari jenazah tersebut! Dahulu kakek saya yang memberi tahu hal ini yang bersumber dari sebuah kitab ulama."
Demikianlah guru menjawab sendiri pertanyaan itu. Kakek beliau yang dimaksud adalah Al-Allamah Al-Habib Abdul Qadir Banahsan, seorang ulama di Betawi pada zaman dulu.
Sayangnya saya lupa mengingat nama kitab yang disebutkan oleh beliau. Namun saya dapat menangkap pesan dari penjelasan itu, bahwa cacing-cacing tanah tersebut bergerak sesuai dengan kehendak Allah.
Kita tentu sering mendengar ada kalanya jenazah seorang manusia tetap utuh meski sudah dikebumikan bertahun-tahun. Apa gerangan yang terjadi? Ketika Allah berkehendak melindungi jenazah hamba-Nya yang saleh, maka dicegah-Nya cacing-cacing tersebut memangsa bagian lidah dari jenazah itu.
Apabila lidahnya tak jadi dilumat para cacing, maka hewan berbadan panjang itu juga tak akan melumat bagian tubuh yang lain. Dapatlah disimpulkan, salah satu penyebab seseorang yang jenazahnya tetap utuh di alam kubur, karena senantiasa menjaga lisannya di alam dunia.
Mungkin inilah pesan yang hendak disampaikan guru. Namun ketika saya membayangkan lebih dalam lagi, rupanya masih ada sebuah nilai yang cukup istimewa dari kehidupan cacing tanah.
Bahwa mereka adalah hewan yang mencari makan di dalam tanah, bahkan bermacam-macam limbah tak berguna justru menjadi konsumsi mereka. Memang umumnya cacing tanah menyukai materi organik, seperti jasad manusia dan hewan serta ranting dan dedaunan kering.
Namun tidak jarang mikroorganisme yang bersifat patogen (sumber penyakit) juga dimakan oleh mereka. Hebatnya lagi, meski yang masuk ke dalam perut mereka adalah sesuatu yang merugikan, tetap saja yang keluar dari perut mereka sesuatu yang menguntungkan.
Karena hasil pencernaan dari cacing tanah akan menjadi pupuk alami yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Itulah sebabnya keberadaannya menjadi penyebab kesuburan tanah.
Cacing tanah telah mengajarkan kepada kita, agar tidak perlu membalas keburukan dengan keburukan lagi. Meski tanah memberikan patogen, mereka tetap membalas dengan pupuk!
Ibarat manusia, jika sehari-hari ada orang yang melontarkan kata-kata buruk kepadanya, dia tetap tersenyum dan mendoakan dengan kebaikan. Tak ada umpatan dibalas umpatan. Tak ada pula ejekan yang disambut caci maki.
Sekali-kali kita perlu belajar menjadi manusia cacing rupanya. Anggap saja untuk melengkapi tugas mereka. Jika cacing yang menjaga keseimbangan di bawah tanah, maka kita yang menjaga keharmonisan di atas tanah.
Salam Bertumbuh.
⏰ Ada rezeki baru jika kita mau mencoba kehidupan yang baru!
No comments