Semuanya bermimpi tentang anak shalih. Tidak hanya shalih, juga sukses duniawinya.
Segala daya upayapun dikerahkan begitu rupa.
Tulang pun dibanting begitu rupa bekerja. Menabung harta untuk membayar sekolah. Sekolah pun dipilihlah “sekolah terbaik”, meski membayarnya selalu membuat gusar.
Engkau beranggapan bahwa sang anak telah mendapatkan tempat pendidikan dan pengajaran terbaik. Namun engkau lupa sebagai ayah dan ibu akan dimintakan tanggung jawab nya bagaimana telah mendidik budi pekertinya.
Kita pikir, dengan begitu usai sudah amanah kita sebagai ibu dan ayah, tinggal menunggu tiba saatnya mengecup mimpi.
Tapi…
Kita lupa –dan betapa sering kita lupa-, tentang satu hal yang tak terpungkiri: bahwa kita hanyalah hamba yang lemah. Yang bahkan tak mampu meraih kemanfaatan yang kita hendaki untuk diri ini!
Kita lupa –dan betapa sering kita lupa-, bahwa di atas segala usaha kita yang maha lemah itu, sepatutnya harus selalu ada berjuta doa yang mengiringi segenap upaya di sepanjang usia itu…
Doa itu adalah ikrar diri
bahwa hanya Dia yang paling Mahakuasa pada diri ini dan juga pada buah hati kita, maka hanya Dia sajalah Sang Penguasa hati mereka, yang akan menuntun jiwa mereka untuk bahagia, di jejak dunia ini hingga di episode akhiratnya…
Al-Fudhail bin ‘Iyadh -rahimahullah-, sang alim bestari itu, dikisahkan selalu mendoa untuk putranya,
“Ya Allah… Sungguh aku tiada berdaya mendidik putraku,
maka aku serahkan hanya padaMu agar Engkau-lah yang mendidiknya…”
Dalam kisah berikutnya, para ahli sejarah Islam pun sepakat: “Al-Fudhail bin ‘Iyadh adalah seorang alim lagi ahli ibadah yang luar biasa. Tapi putranya, ‘Ali, jauh lebih mengagumkan lagi daripada sang ayah...”
Syekh itu berkisah tentang pertemuannya dengan seorang ayah hebat di Mesir.
Hari itu, Syekh itu dikaruniai kesempatan bertandang ke rumah ayah hebat itu.
Sembari menyeruput teh panas, Sang Syekh itu dibuat kagum oleh putra-putra sang ayah hebat yang juga guru itu.
Putranya ada 10 orang. Secara duniawi, semuanya adalah sosok yang sukses. Dan secara ukhrawi, semuanya adalah penghafal al-Qur’an!
“Sungguh hebat Anda ini, wahai Tuan Guru... Anda berhasil mengajari putra-putra Anda begitu rupa,” ujar Sang Syekh penuh takjub.
Ayah 10 anak itu hanya tersenyum. “Tidak, wahai Tuan Syekh... Aku sungguh tak pernah mengajari mereka seperti yang Anda kira. Aku terlalu sibuk mengajar orang lain, hingga sering terluput pada putra-putraku sendiri. Aku payah untuk itu...”
Ayah hebat itu lalu melanjutkan:
“Maka di tengah ketidaksanggupanku mengajari 10 putraku itu, aku panjatkan doa tak kenal putus padaNya:
"Ya Allah... Engkau Mahatahu betapa sibuknya hamba mengajar orang lain, hingga sangat payah dan tiada upaya mengajar anak-anakku sendiri... maka didiklah dan jagalah mereka untukku, ya Allah...’”
Ayah hebat itu berkata: “Itulah doa yang tak pernah putus kuucapkan selama 30 tahun terakhir ini...”
Maka bergurulah tentang ilmu “Keorangtuaan” yang disebut “Parenting” itu hingga ke ujung dunia; tapi ingatlah:
puncak segala ilmu “Parenting” itu adalah jika doa-doa terbaikmu tak kenal putus hari demi hari, pagi demi pagi, malam demi malam, untuk putramu, untuk putrimu...
Maka bila anak shalih itu adalah anak yang selalu mendoakan kedua orangtuanya, maka ayah-ibu yang shalih itu adalah ayah-ibu yang tak putus mendoakan buah hatinya!
Yah, siapakah di antara kita:
yang penuh konsisten akan melakukan itu selama berpuluh-puluh tahun lamanya? Semoga aku dan kau adalah salah satunya!
Akhukum,
Muhammad Ihsan Zainuddin
https://t.me/moeslemdays
*^_*
No comments