Bani Makhzum adalah anak suku Quraisy yang tergolong kaum bangsawan. Sangat dihormati dan memiliki pengaruh kuat bagi masyarakat Mekkah.
Pintu masuk terbesar ke area Ka'bah di zaman itu disebut pintu Bani Makhzum.
Tentu banyak sahabat dari Bani Makhzum, seperti Ibunda Ummu Salamah, Salamah bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Khalid ibnul Walid.
Abu Jahal dari Bani Makhzum berasal.
8 hijriah, di saat Fathu Makkah, seorang wanita Bani Makhzum terbukti mencuri. Kaumnya dibuat terkejut. Mereka berupaya agar hukuman tidak dijatuhkan. Entah dimaafkan atau cukup dengan ganti rugi.
Usamah bin Zaid yang diketahui sangat dekat dengan Rasulullah ﷺ dilobby agar menyampaikan permohonan keringanan.
" Apakah kamu ingin meminta keringanan kepadaku dalam penegakan hukum Allah?! ", sabda Nabi Muhammad ﷺ.
Lalu Nabi Muhammad berpidato, " Orang-orang sebelum kalian hancur dikarenakan; jika pelaku pencurian berasal dari keluarga terpandang, dibiarkan. Apabila yang mencuri dari kalangan biasa, hukum ditegakkan "
Beliau ﷺ menegaskan ;
والذي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بيَدِهِ، لو أنَّ فاطِمَةَ بنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ، لَقَطَعْتُ يَدَها.
" Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan- Nya. Sungguh, andaikan Fathimah putri kandung Muhammad yang mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya " HR Bukhari no. 4304
Mencuri dapat saja dilakukan oleh si miskin dan si kaya, pejabat atau rakyat, orang biasa dan bangsawan, orang jahil atau yang sudah belajar agama. Pokoknya, mencuri adalah perilaku yang terjadi di semua kalangan.
Perilaku mencuri bukan hanya ditemukan sekarang. Sudah dari zaman dahulu, ada orang mencuri. Maka, jangan kaget kalau mendengar kasus mencuri.
Namun, dari kasus tersebut, Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan untuk kita, minimal 2 hal.
Pertama; penegakan hukum tidak boleh pandang posisi. Jika hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas, pasti akan membuat perilaku mencuri semakin menjadi-jadi.
Orang yang merasa terbebas dari hukum, semakin berani mencuri. Orang yang dihukum, akan bertambah parah didasarkan iri atau benci.
Maka, siapapun yang mencuri, harus ditindak. Tidak dibedakan antara: anak pengurus, anak ustadz, anak donatur, anak seorang tokoh, anak orang biasa, atau anak siapa saja.
Nabi Muhammad ﷺ menegaskan; sekalipun yang mencuri adalah Fathimah, anak bungsu yang paling beliau kasihi, hukum pasti ditegakkan. Bahkan, beliau sendiri yang akan mengeksekusi.
Kedua; perbuatan mencuri harus diberi sanksi. Namun, mesti pas dosis dan tepat takaran.
Jika harus diselesaikan secara tertutup, maka tertutup dan jangan diekspos di muka umum. Jika bisa dengan kekeluargaan, tidak perlu dibawa ke ranah hukum positif.
Lakukan dengan bertahap! Mulai dari nasihat empat mata, teguran agak keras, teguran keras, hukuman yang disepakati, dan seterusnya.
Pemberian sanksi harus bebas dari emosi dan tendensi pribadi. Juga jauhkan dari kekerasan fisik dan kekerasan verbal.
Terpenting adalah menemukan motifnya, apa? Dari sana, pelaku diajak berpikir dan berdiskusi. Harus dipahamkan; bahwa perbuatannya adalah salah dan tidak boleh diulang.
Selain itu, berikan solusi! Ajak pelaku untuk melakukan langkah yang benar jika menginginkan sesuatu. Bisa dengan cara meminjam atau membeli. Jika tidak mampu, sampaikan agar bersabar sampai suatu saat bisa memiliki uang dengan cara yang benar agar bisa memiliki.
Artinya, tidak sekadar diberi hukuman lalu berharap selesai masalah. Itu belum cukup! Harus diajak bicara untuk memahamkan bahwa perbuatannya salah.
Jika sanksi mencuri diberikan dengan dosis yang pas, hasilnya akan baik bi idznillah.
Wanita Bani Makhzum di atas akhirnya dihukum potong tangan karena memenuhi syarat. Ia bertaubat dengan baik dan akhirnya menikah.
Ibunda Aisyah bercerita, bahwa berikutnya, wanita itu datang bertamu untuk suatu keperluan lalu beliau sampaikan kepada Rasulullah ﷺ dan dibantu oleh Rasulullah ﷺ.
Intinya, perilaku mencuri bisa sembuh. Pelakunya dapat bertaubat. Jangan tutup kesempatan untuk mereka yang ingin berbenah diri!
Samping pintu Bani Makhzum, 25 Jan 2024
No comments