Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim).
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim).
Islam, adalah agama yang mengangkat derajat perempuan dan menempatkannya pada posisi yang mulia. Saat kaum jahiliyah pra Islam suka membunuh bayi perempuan hidup-hidup, Islam menjadikan memiliki anak perempuan adalah keberuntungan, sebagai perisai api neraka bagi orangtuanya seperti yang dikatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ البَنَاتِ بِشَيْءٍ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
Siapa yang diuji dengan kehadiran anak perempuan, maka anak itu akan menjadi tameng baginya di neraka. (HR. Ahmad 24055, Bukhari 1418, Turmudzi 1915, dan yang lainnya).
Siapa yang diuji dengan kehadiran anak perempuan, maka anak itu akan menjadi tameng baginya di neraka. (HR. Ahmad 24055, Bukhari 1418, Turmudzi 1915, dan yang lainnya).
Saat kaum jahiliyah terbiasa menjadikan perempuan sebagai harta warisan, Islam menolaknya, bahkan memerintahkan untuk memberikan harta warisan baginya dan mahar bila ingin menikahinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa(QS. An Nisaa: 19).
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa(QS. An Nisaa: 19).
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”(QS. An-Nisa’ [4]: 7)
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”(QS. An-Nisa’ [4]: 7)
وَءَاتُوا النِّسَآءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan…(QS. An Nisaa:4)
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan…(QS. An Nisaa:4)
Jauh berbeda dengan apa yang diopinikan oleh kaum feminis, bahwa Islam mensubordinasi perempuan, menempatkannya pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki hanya karena kedangkalan berpikir mereka dalam memahami ayat:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…” (QS. An Nisaa:34)
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…” (QS. An Nisaa:34)
Benar, bahwa Islam menjadikan laki-laki memiliki kelebihan dari perempuan, namun kelebihan ini diberikan sesuai dengan fitrah keduanya yang berbeda. Seandainya Islam menuntut perempuan untuk berperan sama dengan laki-laki, bagaimana perempuan akan mampu menyempurnakan fungsi keibuannya?
Justru apa yang digembar-gemborkan oleh feminisme bahwa perempuan harus mampu berperan ganda, menjadi beban berat bagi perempuan. Setelah bekerja lelah di kantor, pulang ke rumah perempuan masih harus mengerjakan tugasnya mengurus anak-anak, yang tak mungkin diserahkan pada suami. Kalau istri yang dituntut bekerja dan suami mengurus rumah, bukankah itu artinya juga mensubordinasi laki-laki? Artinya, kesetaraan yang diperjuangkan hanya berakhir semu belaka.
Maka Islam mengembalikan perempuan dalam fitrahnya. Ia tinggal di rumah, jauh dari persaingan kerja dan eksploitasi terhadap tenaga serta pikirannya, untuk mengurus dan mendidik anak-anaknya. Menyiapkan keperluan suami, menyejukkan dan menentramkan suami yang seharian bertarung dalam kerasnya perjuangan mencari nafkah. Ada sakinah, mawaddah warahmah yang terbentuk di dalamnya, sesuai dengan apa yang Allah Ta'ala jadikan sebagai tujuan berkeluarga:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚإِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar Ruum: 21)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar Ruum: 21)
Menempatkan perempuan di bawah kepemimpinan laki-laki, tidak menjadikan laki-laki memiliki hak untuk memperlakukan istri semaunya. Karena itulah Islam memerintahkan laki-laki berbuat baik kepada istri. Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khusus berwasiat mengenai hal itu sebagaimana makna hadis yang menjadi topik pembahasan kita.
Hadis yang disampaikan oleh shahabat Abu Hurairah tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut :
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُؤْذِيْ جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْئٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita.”
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan teladan yang sangat luar biasa dalam berbuat baik kepada istri-istrinya. Diriwayatkan bahwa beliau seringkali menambal baju, memperbaiki terompahnya sendiri dan membantu istrinya dalam pekerjaan rumahtangga. Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu 'anha pernah ditanya oleh salah seorang sahabat. “Apakah yang Nabi lakukan ketika berada di rumah bersama istri-nya?” “Dahulu Nabi biasa membantu pekerjaan rumah keluarganya”, tutur Aisyah (HR Bukhari).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga terbiasa berbincang-bincang dengan istrinya sebelum tidur. Beliau mengajak mereka bergurau, mendengarkan keluhan istrinya dan menasehati mereka dengan lembut. Bahkan Rasulullah tidak pernah memarahi istri-istrinya. Lihatlah bagaimana beliau ketika marah kepada Aisyah, beliau berkata, “Tutuplah matamu!” Kemudian Aisyah menutup matanya dengan perasaan cemas, khawatir dimarahi Rasulullah. Nabi berkata, “Mendekatlah!” Tatkala Aisyah mendekat, Rasulullah kemudian memeluk Aisyah sambil berkata, “Humairahku, telah pergi marahku setelah memelukmu.”
Banyaknya nash yang memerintahkan untuk berbuat baik kepada perempuan, menunjukkan bahwa hal tersebut adalah suatu tuntutan bagi kaum laki-laki. Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menggelari laki-laki yang paling baik terhadap istrinya sebagai orang terbaik. Beliau bersabda:
أَكْمَل الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya”(HR. At-Tirmidzi, 3/466; Ahmad, 2/250 dan Ibnu Hibban, 9/483).
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya”(HR. At-Tirmidzi, 3/466; Ahmad, 2/250 dan Ibnu Hibban, 9/483).
Dengan demikian tidak ada alasan bagi para aktivis feminis menolak Islam. Justru seharusnya mereka mengambil aturan-aturan Islam untuk mendapatkan kebahagiaan sejati dan kesamaan yang sesungguhnya, yaitu kesamaan pahala di sisi Allah sebagai hamba-Nya, seperti apa yang Allah jamin dalam firman-Nya :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Qs. An-Nahl: 97)
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Qs. An-Nahl: 97)
Sumber : 📡 'suaramubalighah.com
Oleh: Ustazah Arini Retnaningsih
No comments