PROPERTY SOLO

PROPERTY SOLO

DIBALIK VIRUS CORONA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK

Share:


"Aku lebih senang belajar bersama Bu guru. Daripada sama mamah"......

Bukan sekali dua kali mendengar fakta tersebut. Banyak anak yang merasa tidak nyaman belajar bersama ibunya, padahal ia adalah madrasatul ula untuk anaknya. Seandainya para ibu sadar, jika itu adalah perkataan terjujur seorang anak, maka seharusnya ada cambukan dalam diri bahwa ada yang salah dengan peran ibu untuknya. Karena seharusnya seorang anak lebih nyaman dengan peran ibu sebagai pendidik pertamanya.

Dengan adanya wabah corona yang akhir akhir ini meresahkan masyarakat, banyak kepala daerah berinisiatif untuk menghentikan sementara berbagai aktivitas termasuk pendidikan, guna mencegah penyebaran covid-19, seperti aktivitas belajar mengajar disekolah. 

Meskipun demikian, kegiatan belajar tidak boleh berhenti. Karena anak berada difase berkembang dan berproses. Jika anak hanya berada didalam rumah, maka yang menjadi guru adalah kedua orang tuanya. Terutama ibu. Seperti ketika mereka belum menginjak sekolah dasar atau PAUD. Ibu menjadi madrasatul ula untuknya.

Namun, pada kenyataannya. Banyak anak yang ketika menghabiskan waktu didalam rumah, kegiatan nya hanya tentang gadget dan games. Tidak ada proses belajar didalamnya. 

Mengapa ini bisa terjadi ? Banyak ibu yang kebingungan apa yang harus mereka lakukan dalam mendidik. Karena terbiasa dengan keadaan anak belajar hanya sebatas disekolah saja. Tidak diiringi dengan pendidikan dalam rumah. Hanya bergantung kepada sistem pendidikan disekolah. Jika pun sekolah telah memberikan penugasan, ibu yang gagal membuat anak disiplin dalam mengerjakan tugasnya. Hingga anak bahkan lebih percaya jika guru sekolah langsung yang mengajarkannya dan menemaninya belajar. Sungguh sebuah kegagalan yang nyata untuk sebutan "Madrasatul Ula". Ketika mereka lebih nyaman dan lebih percaya bahkan lebih memilih belajar dengan selain madrasatul ula nya.

Ini adalah sebuah fakta sekaligus bukti. Bahwa negara gagal membentuk, mendidik dan mencetak perempuan menjadi madrasatul ula untuk anaknya.

Sedari dulu, kita hanya dibekali tentang ilmu dunia. Disibukkan dengan tugas-tugas ilmu dunia tanpa menyinggung pelajaran "bagaimana cara menjadi ibu yang baik". Seperti menjadi sebuah adat kebiasaan tentang pemahaman Masyarakat bahwa belajar menjadi ibu adalah suatu spontanitas ketika wanita telah bergelar menjadi seorang ibu. Artinya tidak ada kesiapan yang matang sejak sebelum bergelar ibu. Maka ketika telah dianugerahkan Allah untuk menjaga seorang anak, banyak para ibu yang memahami tugasnya dalam menjaga hanya sebatas memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memikirkan pendidikan anak sedari dini. Tentu pendidikan disini bukan hanya tentang pendidikan formal. Tetapi juga pendidikan akhlaq dan tauhid sedari dini.

Sedikit sekali dalam jangka waktu 16 tahun kita belajar untuk mempelajari tentang ilmu-ilmu mendidik anak, jika bukan jurusan keguruan bahkan banyak mahasiswi yang tidak menyentuh sama sekali tentang pendidikan anak atau ilmu menjadi seorang ibu.

Padahal, karier yang paling utama untuk seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu. Menjadi pegawai kantoran, masih ada cutinya. Menjadi waniya karier diluar, masih ada liburnya. Tetapi menjadi seorang ibu tidak akan pernah merasakan libur atau cuti, 24 jam nonstop. Setiap perilaku, perbuatan, perkataan, akan menjadi cerminan generasi yang dididiknya.

Seharusnya negara lebih memfasilitasi dan menerapkan suatu sistem terhadap persoalan tersebut. Perlu adanya kesadaran dan pemahaman bahwa wanita pendidik bukan hanya untuk mereka yang akan menjadi calon guru. Tetapi seluruh wanita harus dibekali ilmu untuk menjadi seorang pendidik. Karena kelanjutan negara dan dunia berada pada generasinya. Dimana wanitalah sebagai madrasatul ula yang akan membentuknya.



Ditulis : 📡 Nurjanah Triani (Mahasiswa Matematika UIN Jakarta)

No comments

Featured Post

HIDUP TIDAK PERNAH BERMASALAH, KITALAH SENDIRI YANG MEMBUATNYA MENJADI MASALAH

  "Hari ini sungguh sial. Jalanan macet, angkot biadab berhenti sembarangan, bos di kantor kurang ajar, mengapa semua orang menjadi bod...