Oleh: Kholda Najiyah
(Founder Komunitas Istri Strong dan Kelas Pasca Nikah "Bengkel Istri)
Rumah tangga umumnya melalui empat fase: fase madu, fase repot, fase kritis dan fase stabil. Kali ini bicara fase repot. Umumnya terjadi saat anak-anak masih usia balita.
Siapa yang paling merasakan kerepotan? Istri. Apalagi jika tidak ada asisten rumahtangga. Jauh pula dari kerabat dan sahabat yang bisa dimintai bantuan setiap saat.
Pada fase ini, istri akan mengalami kelelahan fisik luar biasa. Sebab mengurus balita plus pekerjaan rumah yang tak ada habisnya. Menggendong-gendong bayi seberat 3 kg hingga batita seberat 15 kg dalam berkali-kali kesempatan, luar biasa melelahkan.
Melayani mereka sejak mata melek hingga mata terpejam. Membantu mereka mandi, berpakaian, makan, minum, mengganti popok, menina-bobokkan, menenangkan dari tangisan, membuatnya nyaman dan seterusnya, sungguh menguras tenaga.
Belum lagi masih harus tetap mencuci, menjemur, menyapu, dan merapikan rumah.
Untuk mengurangi kerepotan, ada pekerjaan yang bisa didelegasikan, yakni memasak dan menyetrika. Beli lauk mateng dan bawa ke laundry bisa menjadi solusi. Namun ada banyak tugas yang tak bisa dilimpahkan. Seperti mengurus balita dan melayani suami.
Istri tak hendak mengeluh. Ia sadar itu pahalanya. Risiko ia menjadi istri dan ibu, predikat yang sangat ia damba. Namun, ia bukanlah makhluk kuat yang terbuat dari besi dan baja. Rasa lelah adalah perasaan lumrah yang mendera semua wanita.
Lebih rinci, inilah hal-hal yang umumnya muncul pada diri istri saat menghadapi fase repot:
1. Lelah secara fisik, karena mengurus anak-anak usia balita membutuhkan perhatian penuh. Baik kehadiran fisik, kontak mata maupun kontak batin.
2. Jam tidur yang berantakan. Malam kadang harus begadang, siang belum tentu bisa tidur. Jika sempat tidur barang sejenak, sudah harus terbangun mengurus kembali anak-anak dan merapikan pekerjaan rumah.
3. Telat mandi dan makan. Boro-boro sempat berdandan. Anak balita benar-benar hanya bisa ditinggal saat tidur. Meleng sedikit saja mereka akan merengek minta perhatian. Baru masuk kamar mandi, pintu sudah digedor dan tangisan pun melengking. Baru satu suap makan, anak tiba-tiba buang air besar. Ah, hanya istri yang merasakan.
4. Gairah seksual menurun drastis. Boro-boro sempat memikirkan indahnya malam-malam berdua suami seperti saat pengantin baru. Bisa merem sejenak meluruskan punggung saja suatu kenikmatan luar biasa.
Maklumi jika istri menjadi kurang minat melayani kebutuhan seksual suami. Bukannya istri senang, sebenarnya ia pun tertekan jiwanya karena merasa bersalah terhadap suami. Ia pun merindukan saat-saat intim berdua.
5. Istri merasa stres karena waktunya benar-benar terforsir untuk urusan anak dan rumah. Tak sempat menikmati waktu me time seperti belanja, jalan-jalan atau berdua suami seperti dulu.
Nah, pada fase ini, kerepotan istri akan terbantu jika para suami memahaminya penuh pengertian. Suami sigap memberi dukungan.
Berikut ini yang bisa dilakukan para suami untuk membantu mengurangi stres istri:
1. Lakukan hal-hal kecil yang membantu meringankan bebannya. Seperti meletakkan barang-barang pada tempatnya. Melayani diri sendiri untuk sementara, saat istri begitu sibuk melayani anak-anak.
2. Jika sempat, bantu mengurus cucian di malam hari sebelum tidur. Jika ada mesin cuci, ini sangat mudah dilakukan.
3. Sebelum berangkat kerja, tawarkan bantuan, apakah istri perlu dibelikan sarapan. Atau, pegang anak saat istri memasak di dapur.
4. Jika lokasi kerja di dalam kota dan makan siang bisa pulang, makan sianglah bersama istri di rumah. Bawakan lauk mateng. Terkadang istri belum sempat menyentuh makanan sejak pagi saking repotnya. Misal saat istri sedang menyusui.
5. Sebelum pulang kerja, telepon istri, tanyakan, barangkali istri menitip makanan. Atau istri butuh beli perlengkapan yang habis, seperti popok sekali pakai, tisu basah, telur, minyak goreng dan beras.
6. Sampai di rumah, temui istri dan segera beri pelukan. Tanyakan bagaimana keadaan anak-anak hari itu.
7. Berikan empati pada istri saat ia bercerita apa saja, bahkan jika kemarahannya mencuat. Jadilah pendengar yang baik.
8. Jangan mengomentari rumah yang berantakan. Jika tidak bisa membantu merapikan, lebih baik diam. Itu sudah sangat menjaga perasaan istri.
9. Sempatkanlah "memegang" anak barang sebentar, agar istri dapat mengurus dirinya. Baik menyiapkan makan malam, menyiapkan kamar tidur atau menuntaskan pekerjaan yang tertunda.
10. Sebelum tidur, pijitlah sebentar kaki atau punggung istri. Sentuhan ini cukup menjadi relaksasi baginya.
11. Jika ingin meminta nafkah batin, mintalah dengan lembut dan beri kesempatan istri agar dalam kondisi siap. Jangan merasa diabaikan istri, karena memang gairahnya sedang turun drastis. Bantulah istri bangkit dengan memberinya rangsangan yang ia suka.
12. Jangan sekali-kali berpaling melampiaskan nafsu dengan mengakses konten porno, karena istri akan merasa sangat bersalah dan semakin terpuruk kehilangan gairah.
13. Jangan berpaling dengan menjalin hubungan dengan wanita lain sebagai bentuk pelampiasan nafsu, baik chat mesra maupun kontak fisik. Ini jelas akan sangat melukai hati istri yang merasa tak lagi dicintai, bahkan dikhianati di saat jiwanya sedang terpuruk.
14. Jangan terus menerus mengancam istri akan menikah lagi. Sungguh, istri sangat ingin melayani Anda penuh cinta seperti dulu. Ini justru yang harus Anda bantu, agar gairahnya tidak lenyap sama sekali.
15. Sabarlah dan berjuanglah berdua bersama istri melewati masa repot dengan saling memberi dukungan. Sadarlah, fase ini adalah fase lelahnya berdua, bukan satu pihak saja. Sering-sering berkomunikasi menanyakan perasaannya.
Hal-hal ini kelihatannya sepele, tapi sangat besar artinya bagi istri yang sedang stres menjalani fase repot. Ringankanlah stresnya dengan memberi perhatian lebih, sebab perasaan istri bisa jatuh ke fase kritis jika terlambat mendapat perhatian.
==============================
Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
==============================
Telegram : t.me/moeslemdays
No comments