"Sedekah itu mau banyak atau sedikit tidak masalah yang penting ikhlas !"
Itulah kata-kata yang diucapkan diucapkan banyak orang. Berkata seorang guru kepada muridnya.
"Anakku, apakah kamu tahu bahwa ilmu ikhlas itu adalah tingkatan ilmu yang tinggi ?"
"Maksudnya guru ?"
"Jawab pertanyaanku, sedekah dulu baru ikhlas atau ikhlas dulu baru sedekah ?" Murid itu menatap wajah gurunya dengan bingung.
"Aku bingung guru." Akhirnya keluarlah kata-kata itu. Lagi-lagi sang guru tersenyum.
"Apa syarat utama seseorang untuk menjadi chef ?"
"Bisa masak !" Jawab sang murid yakin
"Bisa masak atau ahli masak ?" sang guru melontarkan pertanyaan lagi.
"Eh, ahli masak guru." jawab murid meralat
"Apa syarat utama seorang pedagang ?"
"Ahli berdagang !" Kali ini murid yakin dengan jawabannya. Sang guru tersenyum.
"Bagaimana mereka bisa menjadi seorang ahli ?"
"Karena mereka belajar."
"Bagaimana cara mereka belajar ?"
"Belajar dari guru memasak."
"Cukup hanya belajar dari guru memasak ?"
"Tidak, harus berlatih memasak."
"Harus berlatih sampai kapan ?"
"Sampai menjadi ahli."
"Setelah menjadi ahli berarti mereka tidak perlu lagi berlatih memasak ?"
"Tetap terus berlatih, mereka harus terus melakukannya untuk menciptakan karya-karya yang bermanfaat sampai menjadi kebiasaan dan tidak bisa melakukannya lagi."
"Artinya mereka harus terus memasak sampai menjadi ahli dan terbiasa melakukannya hingga tidak bisa melakukannya lagi. Ini sudah batas maksimal amalan ilmu. Mereka tidak akan pernah bisa memasak bila mereka tidak pernah mau mulai memasak, walau mereka punya seorang guru. Mereka tidak akan pernah menjadi ahli bila mereka tidak mau berlatih. Keahlian lahir dari sebuah kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus." sang guru diam sebentar dan kemudian melanjutkan,
"Tahukah nak bahwa syarat ikhlas adalah harus ada sesuatu yang dikeluarkan, harus ada sesuatu untuk diberikan. Tanpa ada sesuatu yang bisa diberi bagaimana caranya untuk belajar ikhlas ? Tanpa keahlian mengolah makanan, bagaimana caranya untuk menjadi chef. Tanpa keahlian marketing, bagaimana caranya untuk menjadi marketer ?"
Sang guru menghela nafas, muridnya terus menatap gurunya tak berkedip menunggu kelanjutan kata-katanya.
"Bayangkan seseorang yang berbicara tentang pola pengasuhan anak, sementara ia sendiri belum punya anak. Ilmunya hanya sebatas teori tapi nol penerapan. Begitupun seseorang yang bicara ikhlas, namun ia belum pernah memberi. Bagaimana ia akan tahu hakekat ikhlas, sementara hakekat memberi saja ia belum paham. Setiap perbuatan baik harus dipaksakan, sebab itu adalah latihan pembiasaan. Saat orang selalu berpikir menerima, maka ia akan lakukan apapun untuk bisa mengambil. Namun saat orang selalu berpikir memberi, maka ia akan berpikir untuk mengeluarkan."
"Jangan meminta kemudahan rizki pada Allah, namun mintalah Allah menjadikanmu sebagai ahli sedekah, tidak berpikir untuk mengambil, namun berpikir untuk memberi. Sebab ahli sedekah pasti akan Allah cukupkan rizkinya."
Sebagaimana firman Allah:
رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ
“Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda [kematian]ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah…” {QS. Al Munafiqun: 10}
Kenapa dia tidak mengatakan,
“Maka aku dapat melaksanakan umroh” atau
“Maka aku dapat melakukan sholat atau puasa” dll?
Berkata para ulama,
Tidaklah seorang mayit menyebutkan “sedekah” kecuali karena dia melihat besarnya pahala dan imbas baiknya setelah dia meninggal…
"Maka bersedekahlah terus sampai kau ikhlas, teruslah bersedekah sampai kau ahli, teruslah bersedekah sampai kau mati."
==============================
Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
==============================
Telegram : t.me/moeslemdays
No comments