Tidak mudah untuk memahami anak-anak berlatarbelakang broken home. Pendekatan yang dilakukan harus ekstra sabar dan bermodal nafas panjang.
Rumah tangga yang tidak harmonis adalah momok menakutkan bagi anak-anak. Mereka tumbuh tanpa disertai rasa percaya diri. Minder selalu membayangi. Maka, terbentuklah pribadi yang cenderung tertutup, serba curiga, gampang tersinggung, dan jauh dari ceria.
Anak yang berasal dari keluarga berkonflik akan kesulitan menemukan potensi terbaiknya. Anak pasti mengalami keterlambatan belajar. Secara mental tentu terganggu. Tidak jarang anak yang demikian keadaannya justru berperangai kasar dan berjiwa pemberontak.
Parahnya lagi, sejumlah anak brokenhome berpikir untuk bunuh diri saja karena merasa hidupnya sia-sia. Tidak berarti. Wal ‘iyaadzu billah.
Brokenhome tidak hanya diartikan bercerai. Brokenhome menggambarkan situasi keluarga yang sering berkonflik, orang tua yang berseteru, cekcok, atau pisah rumah walau tidak berstatus cerai.
Kekerasan terhadap anak oleh orang tua pun masuk dalam kategori brokenhome.
Saya tidak membahas sebab konflik, hukum fikih, antisipasi, dan solusinya. Saya hanya fokus pada anak-anak yang menjadi korban. Kasihan mereka!
Pernah mendengar sejarah dan hukum Zihar dalam Islam? Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya, “ Punggungmu seperti punggung ibuku”. Artinya, suami memposisikan istrinya seperti ibunya yang tidak boleh digauli. Di masa jahiliah, zihar dianggap menceraikan.
Khaulah binti Tsa’labah, wanita sahabat Nabi, datang mengadukan suaminya Aus bin Shamit yang mengucapkan lafal zihar saat konflik. Khaulah tidak menerima karena zihar dianggap cerai. Saat itu Nabi Muhammad ﷺ menilai, “ Saya tidak mengetahui melainkan engkau telah haram baginya”.
Khaulah pun mengadu langsung kepada Allah Ta’ala. Maka, turunlah beberapa ayat di awal surat Al Mujadilah yang menerangkan tentang hukum-hukum zihar.
Namun, yang hendak ditekankan di sini adalah alasan Khaulah :
إِنَّ لِي صِبْيَةً صِغَارًا إِنْ ضَمَمْتَهُمْ إِلَيْهِ ضَاعُوا وَإِنْ ضَمَمْتَهُمْ إِلَيَّ جَاعُو
“ Sungguh! Saya masih punya anak-anak yang masih kecil. Jika Anda serahkan mereka kepada suamiku, tentu anak-anak itu tidak terurus. Namun, mereka akan kelaparan jika Anda putuskan bersamaku”
Lihatlah betapa anak-anak menjadi alasan utama untuk bertahan. Anak-anak adalah asas menjaga keharmonisan rumah tangga. Ayah adalah tiang yang menyangga, ibu sebagai atap yang meneduhkan. Anak tanpa kesatuan ayah dan ibu, ibarat anak ayam yang kehilangan induknya. Kasihanilah mereka, wahai orang tua!
Di Pusdiklatmu, di lembaga yang dikelola di sini, berdasarkan data yang ada, minimalnya 20% dari mereka berlatarbelakang brokenhome dengan perceraian sebagai faktor terbesar. Jika ditambah dengan beragam faktor brokenhome, angka itu bisa naik menjadi 30 bahkan 40%. Allahul musta’an.
Sekali lagi, bukan orang tua yang sedang dibahas di sini. Namun, ya Allah, betapa kasihan anak-anak itu.
Secara akademis, susah berprestasi. Sulit berinteraksi sosial. Mudah terpengaruh hal negatif. Sulit percaya kepada orang lain. Gampang stress dan depresi. Aktifitasnya tidak dapat fokus. Dan perilaku-perilakunya tidak selazim anak-anak normal.
Bukan orang tua yang disinggung di sini. Biarlah mereka yang mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak.
Adapun anak-anak itu, semoga mereka memperoleh hidayah dari Allah Ta’ala. Ikhtiar yang dapat dilakukan adalah memberikan perhatian dan kasih sayang sebisa mungkin. Anak-anak itu harus diyakinkan bahwa orang tua nya, bukan hanya ayah ibu kandungnya. Kita semua memiliki tanggungjawab untuk menjadi orang tua.
Ya Allah, kami benar-benar memohon kepada-Mu…perbaikilah keadaan anak-anak kami. Jadikanlah mereka menjadi generasi yang baik. Curahkanlah hidayah untuk mereka, ya Hayyu ya Qayyum.
Lendah, 10 Muharram 1445 H/28 Juli 2023
No comments